Ketika meng klik kosakata Jambi di badan Mbah Google maka serta merta muncul paling atas terkait berita tindak pidana korupsi. Awak selaku putra kelahiran Jambi jengah juga. Padahal sebelumnya yang muncul di awal mesin mencari berita itu adalah berita rencana destinasi wisata di Desa Tempino Jambi versi TD. Tetapi sudahlah nasi telah menjadi bubur, kota karet kini telah populer negatif dalam artian tercoreng namanya bersebab pesekongkolan trio oknum. Mereka adalah pejabat pemerintahan dan anggota legislatif yang di atur atur oleh pihak pengusaha hitam.
Padahal seminggu sebelumnya KPK telah mewanti wanti ke seluruh pejabat Propinsi Jambi agar berhati hati jangan sampai terjadi kolaborasi niat jahat menguras uang negara dalam proses ketok palu pengesahan APBD 2018. Namun tampaknya peringatan KPK dalam upaya pencegahan korupsi tidak menjadikan mereka takut. Terbukti operasi tangkap tangan yang melibatkan oknum pejabat terlibat pengesahan APBD terjadi juga.
Aura persengkokolan antar trio pembobol APBD melalui modus pengesahan anggaran patut diduga sudah berlangsung lama di akhir tahun anggaran. Bancaan duit rakyat bisa jadi melibatkan sedemikian banyak oknum melalui "ancaman" tidak akan menghadiri sidang paripurna pengesahan APBD. Kekuatan pihak legislatif menancapkan taring pada proses pengesahan itu tampaknya membuka peluang keterpaksaan meng ijon kan dulu uang pengusaha berupa uang muka atau apalah namanya agar prosesi ketok palu berjalan mulus.
Inilah ketok palu bernilai Rp. 4.700.000.000,- cash. Entah bagaimana cara pembagian duit sebanyak itu. Pasti sudah di atur oleh pemerkasa, anda terima sekian, you dapat bagian sekian duit sesuai dengan tugas dan fungsi serta tanggung jawab masing masing. Kalau tabiat oknum legislatif dari tahun ke tahun menggunakan modus ketok palu pengesahan APBD maka dapat dibayangkan sudah berapa banyak duit dipangkas.
Duit itu mereka investasikan menjadi harta milik pribadi berupa mobil, rumah, tanah dan deposito seperti di lansir dari beberapa berita nasional. Apakah mereka tidak berpikir bahwa uang itu haram ataukah sudah termakan nafsu serakah menggunakan modus aji mumpung instan ingin kaya raya. Modus ini menjadi perdebatan ramai di Propinsi Jambi saat ini.
Seperti di beritakan kompas.com (2/12/2017) Kasus suap yang terjadi di Jambi terjadi antara eksekutif dan legislatif. Pihak eksekutif selaku yang diduga sebagai pemberi suap adalah Pelaksana Tugas Sekretaris Daerah Provinsi Jambi Erwan Malik, Asisten Daerah III Provinsi Jambi dan Pelaksana Tugas Kepala Dinas Pekerjaan Umum Provinsi Jambi. Adapun seorang tersangka penerima suap adalah oknum anggota DPRD Jambi. Uang sebesar Rp 4,7 miliar yang ditemukan KPK dalam operasi tangkap tangan diduga terkait pembahasan R-APBD Provinsi Jambi 2018.
Menurut KPK, uang diberikan agar anggota DPRD bersedia menghadiri rapat pembahasan R-APBD. Pihak eksekutif diduga berkepentingan agar anggaran yang diajukan Pemprov Jambi dapat disetujui DPRD Jambi. Menurut KPK, uang suap disiapkan untuk semua fraksi di DPRD Jambi. Sebelumnya, sejumlah anggota DPRD diduga berencana tidak hadir dalam rapat pengesahan R-APBD, karena tidak jaminan dari pihak Pemprov Jambi. Jaminan yang dimaksud adalah uang suap, atau yang sering disebut sebagai "uang ketok".
Ya sudahlah, oknum korban OTT Propinsi Jambi menanggung resiko akibat ulah kerakusan mereka sendiri. Tanpa menghakimi dalan rambu praduga tak bersalah dalam koridor setiap warga negara mempunyai hak membela diri sendiri maka ada baiknya kita tunggu pula ketok palu Tan Hakim. Sedih, kesal dan geram itulah suasana hati setiap putra kelahiran Jambi seperti tersirat di di wajah mereka.
Sedemikian buruk kah citra orang Jambi, apakah tabiat buruk ini merupakan representasi seluruh penduduk kota karet. Tentu saja tidak demikian, tidak boleh pula para pengamat men generalisir bahwa budaya korupsi telah merasuk ke sendi sendi kehidupan negeri angso duo. Point yang ingin awak sampaikan kan disini adalah bahwa jujur berkecamuk perasaan kecewa berat ditingkahi rasa malu.
Dalam pergaulan sehari hari masih beranikan anak anak Jambi di perantauan memperkenalkan diri dalam pergaulan sehari hari sebagai keturuan Sultan Thaha. Betapa berat penderitaan ini, perlu waktu satu generasi untuk menghapus sejarah hitam kota Jambi. Hanya Prestasi bersih yang bisa menghapus atau paling tidak mengimbangi bahwa masih banyak anak anak Jambi yang mampu membangun kampong halaman dalam tekad berkorban untuk negeri. Satu tekad saja No Way Corruption at Jambi, Again.
Insha Allah 5-7 Desember 2017 awak bersama keluarga akan mudik ke Jambi. Ada urusan keluarga ziarah ke maqam keluarga di Tempino. Selain itu ada pula proyek besar menjadikan Desa Tempino sebagai Destinasi Wisata Sejarah Jambi. Komunitas Wonderfull Tempino akan memasang spanduk besar ukuran 3 x 3 meter di dekat pasar atau sebelah bioskop/suz.