Lihat ke Halaman Asli

Thamrin Dahlan

TERVERIFIKASI

Saya seorang Purnawirawan Polri. Saat ini aktif memberikan kuliah. Profesi Jurnalis, Penulis produktif telah menerbitkan 24 buku. Organisasi ILUNI Pasca Sarjana Universitas Indonesia.

Setiap Lembar Uang Kertas Memiliki Takdir Perjalanan Tersendiri

Diperbarui: 3 Juli 2016   17:09

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilustrasi. Sumber: Segihijau

Norman bergegas menuju kediaman Habib. Hari itu Ramadhan bilangan ke 24 berbuka puasa bersama di lingkungan perumahan ustazd.  Jam ditangan menunjukkan pukul 17.07 perjalanan ke rumah shahibul bayt berkisar 8 menit. Norman memeriksa saku baju koko. Di sana terdapat 4 lembar uang kertas rupiah.

Niat hati Norman ingin bershadaqoh dengan rincian : lembaran merah hadiah untuk Habib sang shahibul hajad. Sedangkan 3 lembaran lainnya yang berwarna hijau dan biru serta coklat untuk sahabat siapa saja nanti.  Walaupun sudah pensiun bolehlah dikatakan Haji Norman seorang dermawan pada kelas kecil kecilan. Kedermawanan itu semakin terlihat setelah menunakan ibadah haji 3 kali seperti juga Haji Muhidin yang di tipi itu. 

Ketika melewati musholla di depan rumah bersua dengan Pak Mostufa, "Ayo kita ke rumah Habib". Norman menjawil untuk bersama bareng ikutan bukber. "Maaf pak haji ane giliran azan magrib neh." Tergerak hati Norman sedekah. Maka berpindahlah uang kertas warna biru kesaku Pak Mostufa.

Dari kejauhan terdengar suara tahlilan. Acara bukber nampaknya sudah dimulai. Langkah semakin dipercepat. Terhenti sejenak ketika sampai di tanjakan dan beriinsut mendaki meniti satu demi satu anak tangga.  

Bersua jamaah lain beriringan tergopoh gopoh karena hampir azan maghrib, Dari jauh sudah terlihat Haji Widodo Ketua Pantia Bukber berdiri di depan rumah Habib. Kami bersalaman sesama tetangga. Habib berada ditengah puluhan jamaah mengatur tempat duduk bersila.

Koleksi Pribadi

Haji Norman  hari itu mengenakan kopiah haji dan kain sarung putih serta baju koko baru di belikan istri. Bersebab tampilan seperti Kiayi maka Haji Norman mendapat kehormatan dan  dipersilahkan duduk ditempat berkumpulnya para ustad. Terniat mau menyerahkan hadiah si lembar merah ke Shahibul Bayt namun tertunda karena banyak jamaah yang baru saja tiba berebutan mencium tangan Habib.

Nanti saja ketika pulang saja hadiah diserahkan untuk Ulama Kharisma ini pikir Norman. Jamaah berdatangan semakin banyak. Halaman rumah Habib sudah penuh anak anak yatim. 5 menit menjelang ifthor di bacakan doa oleh Sahabat Habib.  

Hidangan ifthor kali ini nasi kebuli betawi. Senampan bertiga menikmati aroma khas gulai kambing.  Alhamdulillah sungguh  nikmat hidangan buka puasa sore itu apalagi bisa makan senampan dengan para ulama.

Bada shalat maghrib Haji Norman bergegas mencari Habib. Niat utama menyampaikan hadiah lembaran merah. Namun apa daya shahibul bayt sedang menjamu tamu khusus di dalam rumah. Nampaknya Silembar merah berubah peruntukan bukan untuk Habib lagi.  

Ketika dalam perjalanan pulang Norman melewati rumah si Mbah. Si Mbah sepuh acap bertemu di lingkungan perumahan. Tanpa memperhatikan uang akan diberikan, langsung saja sedeqah itu milik sang nenek.

Melewati kali cipinang berpapasan pula dengan "langganan" seorang pemuda yang acap menyampaikan ucapan " Assalamualaikum" di depan rumah. Sambil bersalaman perpisahan disimpang jalan dengan sobat seperjalanan Bang Zainuri tergerak hati Norman bersedeqah. Dirogohlah saku ditengah kegelapan. Sang pemuda menerima satu lembaran.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline