Ayahanda Haji Dahlan Bin Affan (dok pribadi)
Asal Bengkulu
Bukan maksud untuk meng-kultus-individukan Almarhum Ayahanda Haji Dahlan Bin Affan. Namun pada keyataannya kami bangga mempunyai Ayahanda yang sedemikian sholeh dalam menjalankan amal ibadahnya. Sehingga tidaklah salah bila Almarhumah Maktuo Zaitun yang tinggal di Thehok Jambi saudara sepupu Bapak sama sama berasal dari Bengkulu memanggil Ayahanda dengan panggilan sayang “Sholeh”.
Lahir di Bengkulu pada tahun 1911, berdua dengan adiknya Pamanda Sabirin merantau ke Jambi dengan tujuan untuk belajar mengaji di sebrang kota Jambi dan menemui saudaranya yang menjadi Wedana yang bertempat tinggal di Thehok Jambi selanjutnya Bapak bekerja di pertamina sampai pensiun pada tahun 1970. Artinya, selama hayatnya Ayahanda lebih banyak bermukim di tempino Jambi dan dengan takdir Allah, Ayahanda wafat di Bogor pada tanggal 9 Juli 1992 dalam usia 81 tahun dan dimakamkan di Pemakaman Blender Bogor.
Sebagai seorang muslim yang sejati, banyak kenangan yang Beliau tinggalkan kepada kita, terutama selama kandung hayatnya Beliau benar benar menjadi contoh bagaimana cara hidup seorang muslim yang selalu konsisten menjalankan sunah sunah Rasul. Hal ini terlihat ketika Bapak terkena najis dari jilatan hewan anjing. Untuk menghilangkan najis tersebut sesuai dengan pelajaran fikih yang Beliau terima maka beliau bersuci dengan menggunakan air dan tanah. Bagian tubuh yang kena najis tersebut dibasuh sebanyak tiga kali berulang ulang. Kenapa tidak pakai sabun? Bapak mengatakan bahwa dengan menggunakan air dan tanah sesuai dengan sunah Rasul akan lebih bersih sempurna dan tidak meninggalkan bau. Cara bersuci seperti ini diajarkan kepada kami anak anaknya. Masya Allah.
Perilaku Santun
Dalam kehidupan sehari hari Bapak tidak banyak bicara, beliau sangat pendiam dan hanya berbicara yang perlu saja. Bila pada suatu saat berbicara dengan orang orang dengan topik pembicaraan “ngomongin” orang lain, maka Bapak secara berangsur dan pelan pelan meninggalkan “majelis” yang tidak berguna itu.
Kenangan yang tidak terlupakan bagi keluarga kami dalah cara Bapak shalat, terutama ketika akan Takbirul Ihram, yaitu mengucapkan kata kata Allah Akbar sewaktu memulai shalat. Agak unik memang, terkadang Bapak mengangkat tangan berkali kali mengulang Takbirul Ikram tersebut disertai dengan suara yang khas, sampai Beliau yakin betul dan selanjutnya baru meneruskan shalatnya secara khusyu. Cara Bapak ini dilakukan dimana saja, baik dirumah maupun di Masjid, sehingga merupakan ciri khas Bapak yang dikenal oleh masyarakat Tempino.
Kedisiplinan Bapak didalam membaca Al-Qur’an dan Tafsirnya, masih tertinggal bekasnya pada kitab al-Qur’an dan Tafsirnya karangan Muhammad Yunus hadiah dari kakanda Husna. Saat ini kitab itu ada pada kami, dan didalam kitab itu masih tercatat tulisan asli Bapak pada lembaran lembaran kertas yang mencantumkan tanggal dan surat dan ayat yang Beliau baca. Entah sudah berapa kali Bapak khatam Al-Qur’an.
Kegiatan ini setiap hari Beliau kerjakan selepas shalat Zhuhur dan shalat Magrib diberanda rumah di Tempino atau dimana saja waktu itu Bapak menginap, kitab tersebut selalu Beliau bawa. Ketika Bapak menginap di rumah kakanda Husna di Pancoran Jakarta Selatan, Haji Salam orang betawi yang punya rumah kontrakan dan mengajar ngaji dilingkungan itu mengatakan sangat terkesan dengan kealiman dan ke istiqomahan Bapak mengaji.
Tinggal di Ladang