Lihat ke Halaman Asli

Thamrin Dahlan

TERVERIFIKASI

Saya seorang Purnawirawan Polri. Saat ini aktif memberikan kuliah. Profesi Jurnalis, Penulis produktif telah menerbitkan 24 buku. Organisasi ILUNI Pasca Sarjana Universitas Indonesia.

Keberhasilan Pilkada Serentak Sebagai Indikator Hidupnya Demokrasi di Indonesia

Diperbarui: 26 Oktober 2016   17:40

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilustrasi Pilkada. Kompas.com

Belajar Demokrasi Lagi

Dua Model Pemilihan Umum sejak Indonesia Merdeka 70 tahun lalu sudah diterapkan di negeri ini.  Dari model pemilihan langsung oleh rakyat sampai kepada model Presiden dan Kepala Daerah dipilih oleh perwakilan rakyat di Lembaga Legislatif.  Kedua model itu ada baik buruknya ditinjau dari sisi seberapa jauh  aspirasi rakyat bisa  tersalurkan secara murni. Kini dinamika demokrasi menggeliat ketika timbul gagasan melaksanakan pilkada serentak.  Ide ini disambut baik oleh berbagai pihak yang berkepentingan terkait upaya “menguasai” pemerintahan daerah di seluruh nusantara.

Pilkada serentak membuktikan bahwa Penggiat  Politik Indonesia semakin cerdas.  Tentu saja pertimbangan yang dipikirkan sebelum memutuskan domokrasi model rame rame berbarengan ini berujung kepada effesiensi anggaran.  Disamping tenaga bisa dihemat baik oleh Komisi Pemilihan Umum maupun oleh Parpol pengusung dan juga bagi rakyat Indonesia.  Jangan sampai pekerjaan rutin rakyat terganggu dalam mencari nafkah akibat berkepanjanan hasil pemilu yang diprotes sana sini. Apakah Majelis Konstitusi (MK) menjadi lebih sibuk atau lebih santai kita lihat saja anti di akhir tahun 2015.

Bukan pekara mudah menyelenggarakan Pilkada secara bersamaan di 9 Propinsi dan 260 Kabupaten Kota. Walaupun Regulasi Pilkada Serentak sudah disiapkan dengan rapi sebagai pedoman pelaksanaan yang berlaku di seluruh Propinsi  dan Kabupaten Kota namun pada tahapan pelaksanaan selalu saja permasalahan baru. Sebagai contoh persoalan muncul ketika hanya ada 1 calon di beberapa wilayah pemilihan.  Mulailah populer istilah Calon Tunggal (CT).  Dengan semakin dekat pelaksanaan Pilkada Serentak tanggal 4 Desember 2015 jangan sampai membuat panik KPU sebagai ujung tombak pelaksana pesta demokrasi.

Kelihatannya KPU agak keteteran menghadapi persolan yang sebelumnya tidak diduga itu ternyata menjadi semakin ruwet. Timbul ide untuk menunda Pilkada Serentak di wilayah  CT dengan mengeluarkan Peraturan Pengganti Undang Undang (Perppu). Namun akhirnya diambil kebijakan memperpanjang masa pendaftaran calon dengan cara menghimbau parpol agar lebih serius mendukung pesta demokrasi ini. Apalagi yang terjadi sesudah CT kita tunggu saja sampai dimana kesabaran para pemimpin di negeri ini.  Paling tidak seandainya para pejabat itu tetap berpegang kepada Pancasila dan UUD 45,  semuanya tentu lebih aman di lihat dari pendekatan konstitusi. 

KPU Ujung Tombak

Pilkada serentak menjadi tantangan demokrasi di Indonesia.  Keberhasilan atau kegagalan pelaksanaan semua tergantung kepada KPU dilapangan dalam menyiapkan segala seuatu remeh temeh dari mulai pengadaan dan distribusi kotak suara dan  surat suara.  Pekerjaan berat yang dihadapi KPU tinggal  hanya menghitung hari. KPU dan jajarannya harus kosentrasi penuh karena memang tidak mudah memobilisir pekerjaan yang melibatkan begitu banyak orang  dengan segala motif politik dan berbagai kepentingan. Keberhasilan Pilkada Serentak menjadi indikator hidupnya demokrasi di Indonesia. 

Ditilik dari perubahan pola pemilihan yang dijadikan serentak maka bolehlah kita melihat sejenak lembaga lembaga apa saja yang merasa “dirugikan” . Lembaga Survey yang tadinya menerima pesanan begitu banyak dari Propinsi dan Kabupaten Kota kini tidak bisa lagi leluasa bekerja.  Pasalnya Lembaga Survey tidak mungkin menjadi konsultan di semua Pilkada Serentak mengingat keterbatasan personil dan keterbatasan waktu.   Lahan yang tadinya begitu subur menjadi sedikit kendur, paling mereka hanya mampu “memegang” satu atau paling banyak 2 daerah pemilihan dalam rangka memenangankan pihak pemesan.

Satu permasalahan yang perlu diantisipasi dengan serius adalah sektor  pengamanan Pilkada Serentak. Kapolda wajib kosenrasi penuh ketika mendistribusikan anak buahnya di setiap Dapil. Kekuatan tambahan dari Polda lain sangat kecil kemungkinan bisa diminta perbantuan mengingat mereka juga bertanggung jawab keamanan di daerah amsing masing.  Oleh karena itu Kapolda, Kapolres sampai ke Kapolsek jauh jauh hari telah memetakan penugasan personil sesuai dengan jumlah Tempat Pemungutan Suara (TPS).

Harapan awak sebagai warga Jakarta semoga Pilkada Serentak dapat berjalan mulus dengan sedikit saja hambatan. KPU Jakarta mendapat giliran Pilkada Serentak Tahun 2017 bisa belajar dari pengalaman daerah agar seluruh ancaman, gangguan, hambatan dan tantangan bisa diatasi sedini mungkin. Apakah kepopuleran Ahok bisa seperti Bu Risma sehingga dia ternobatkan menjadi  Calon Tunggal kita lihat saja nanti. Masih ada waktu bagi para pihak terutama parpol untuk menimbang nimbang dan menimang nimang calonnya apakah mampu melawan petahana ataukah hanya mengikuti Pilkada sebagai boneka saja.

Salamsalaman

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline