Lihat ke Halaman Asli

Thamrin Dahlan

TERVERIFIKASI

Saya seorang Purnawirawan Polri. Saat ini aktif memberikan kuliah. Profesi Jurnalis, Penulis produktif telah menerbitkan 24 buku. Organisasi ILUNI Pasca Sarjana Universitas Indonesia.

Blusukan Jokowi Koq Dilarang (?)

Diperbarui: 24 Juni 2015   10:15

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Berita

Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo menjalani kesehariannya di tengah masyarakat. Turun langsung ke lapangan mengecek berbagai proyek, bertemu dengan masyarakat, melakukan sidak yang diberi istilah blusukan. Dianggap tak efektif, Jokowi malah diminta menghentikan sementara blusukannya.  "Sudah cukup blusukannya. Stop blusukan dulu deh. Dia memang tipenya di lapangan tapi perlu mengejar target prioritas dulu supaya rencana besar itu bisa direalisasikan," kata pengamat perkotaan, Yayat Supriatna saat berbincang dengan detikcom, Minggu (21/7/2013). (detik.com)

Opini

Kalau sedang emosi membaca berita pelarangan Blusukan Jokowi, celoteh yang keluar dari mulut warga Jakarta yang mencintai Gubernurnya adalah " apa haknya melarang larang Jokowi blusukan, emang siapa dia,..?".  Itu kata warga emosi, berbeda dengan warga yang sabar bin subur, ucapan yang keluar " ya blusukannya hari libur aje Pak Joko, hari kerje bener bener di kantor bersama staf  ngurusin masalah Jakarte secara manajemen  ". Lain lagi dengan warga netral, bisa jadi komentarnya begini: "kurang kerjaan aje tuh pengamat, ape nghak ade omongan laen ?"Nah sekarang bagaimana komentar anda ? bisa pilih diantara 3 komentar tersebut atau anda punya tanggapan lain.

Sudah berapa lama Pak Joko mempunyai kewenangan mengurusi kota Jakarta sampai hari ini ? Jawabannya : 280 hari atau sembilan bulan 10 hari ketika sang bayi dilahirkan. Apabila menggunakan ukuran bayi maka Jokowi baru satu hari didunia nyata. Bayi menangis bisa jadi karena lapar, atau karena sakit atau karena sedih koq dijorokin masuk kejurang dunia fana nan penuh masalah.  Seandainya kelahiran bayi  di analog kan dengan dimensi waktu kerja Jokowi, maka Pak Gubernur Jokowi baru sadar betapa ruwetnya persoalan kota Betawi tua.

Yes kembali ke pokok masalah pelarangan (himbauan kata sopannya) blusukan Jokowi dari pengamat perkotaan Yayat Supriyatna.  Mari kita bedah pelarangan tersebut dengan hati jernih dan pikiran terang serta dada lapang selapang lapangan bola.  Pengamat perkotaan tentulah orang yang sudah mengamati kota Jakarta dari segala sisi berdasarkan tinjauan akademik.  Tanpa mengurangi rasa hormat kepada Bapak Yayat Supriyatna pengamat perkotaan yang mengatakan "Sudah cukup blusukannya. Stop blusukan dulu deh,"   izinkan awak mengamati blusukan Jokowi secara amatiran berdasarkan pendekatan humaniora.

Awak membedah dari 3 sayatan saja. Pertama life style adalah bawaan dari sono, tepatnya dari solo. Life style Jokowi emang begitu dari dulunya, blusukan itu kerja bukan pencitraan.  Buat apa lagi pencitraan bagi Jokowi, toh jabatan prestise sudah digenggam.  Kecuali dari hati kecil Jokowi ada sebersit keinginan mau naik kelas menjadi Presiden Republik Indonesia. Oleh karena itu ngak usyahlah dilarang larang kerja blusukan Jokowi, yang penting Bapak Gubernur setelah collecting data dan fakta  segera membuat keputusan (eksekusi) memecahkan persolan daerah yang sudah di blusuki.

Sayatan kedua analiasanya begini. Dari 9 bulan pekerjaan Jokowi Ahok, awak menilai mereka sudah on the track. Ditinjau dari aspek manajemen man, money, materiel, methode, maka satu persatu dai 4 M ini sudah mulai ditangani.  Masalah Keuangan  (money) dilihat dari sumber ngak ada masalah, APBD  40 Triliyun dana yang sangat besar.  Ahok sebagai Wagub sudah memotong beberapa program yang aneh warisan status quo.  Kemudian masalah sumber daya manusia (man). Kebijakan luar biasa mengadakan lelang jabatan sungguh patut di berikan penghargaan setinggi tingginya. SDM sebagai motor pekerjaan adalah man behind the gun.  Seleksi menghasilkan pejabat pelayan terpilih dan terbaik. Buruk baik pelayanan publik sangat bergantung kepada  Lurah, Camat, Walikota dan seluruh PNS Pemda DKI Jakarta. Semua kebijakan 4 M ini tentu hasil dari blusukan Jokowi setelah melihat betapa rendahnya kualitas pelayanan publik di Jakarta.

Terakhir sayatan ke - 3. Analisa awak berangkat dari pola kepemimpinan. Blusukan adalah sidak atau inspeksi mendadak. Zaman Pak Harto namanya turba atau turun kebawah. Setelah Pak Harto metode datang langsung ke masyarakat menjadi langka.  Para pejabat duduk nyaman di kursi empuk memerintah sana sini.  Pola status quo ini sungguh menyakitkan hati rakyat.  Nah Jokowi menghidupkan kembali pola melayani rakyat bukan dilayani. Rakyat senang pemimpinnya datang, sehingga paling tidak ada harapan terhadap perubahan nasib, bersebab mereka bisa curhat langsung menyampaikan penderitaan. Blusukan bukan saja dilakukan Gubernur, kini para pamong sudah ketularan pola mendatangi rakyat, lihat saja Lurah, Camat hasil seleksi lelang jabatan seperti yang awak laporkan berikut ini

Kloningan Jokowi

Mukena Dari  Pak Jokowi

Demikian analisa terhadap pernyataan pelarangan blusukan ditinjau dari sisi seorang warga yang sudah 30 tahun lebih mukim di Ibukota.  Blusukan jangan dilarang, biarlah Pak Jokowi dalam style nya begitu, jangan diganggu atau diubah ubah lagi.  Warga senang kog menanti kehadiran gubernurnya. Perubahan mewujudkan Jakarta Baru sudah didepan mata, sebagai warga negara yang baik  mari kita dukung sepenuhnya Jokowi dan Ahok melaksanakan pekerjaannya  sampai akhir tugas tahun 2018.

*******

Salam salaman

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline