[caption id="attachment_326729" align="aligncenter" width="505" caption="(Sumber : Jurnalmetro)"][/caption]
Pertama Pancasila tidak ada duanya di dunia. Kedua, akar budaya bangsa Indonesia ratusan tahun yang lalu telah ada dalam perikehidupan nusantara, seperti disampaikan oleh Mahapatih Gajahmada dalam sumpah palapa. Pancasila mempersatukan bangsa ini yang terdiri dari ratusan suku, 5 agama dan ratusan bahasa daerah. Keberagaman bangsa ini tidak menjadi masalah krusial sebagai sumber perpecahan atau perselisihan antar budaya dan suku denghan kahadiran Pancasila sebagai perekat bangsa.
Toleransi beragama sebagaimamna diatur dalam butir butir pancasila, mampu memberikan rasa nyaman dan aman umat beragama dalam menjalankan ibadahnya masing masing dan saling menghormati. Walaupun terjadi sedikit pertentangan, namun dapat didamaikan dengan Kesaktian Pancasila. Bangsa ini semakin dewasa akan pentingnya persatuan yang di bungkus dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI)
Sejak reformasi 1998 sampai saat ini, pengamalan dan penghayatan nilai nilai pancasila sudah mulai berkurang, bahkan Pemerintah sebagai otoritas ideologi negara tidak mempunyai program khusus dalam melestarikan Pancasila. Seharusnya pemerintah menanamkan jiwa Pancasila sejak dini kepada anak anak penerus generasi bangsa, sebagai upaya ketahanan nasional guna mempertahankan NKRI.
Gaung Pancasila hanya sejenak terdengar di bulan Juni dan sebentar pula di bulan September, itupun hanya berupa peringatan seremonial yang tak bermakna dalam pada jiwa Bangsa Indonesia. Kedigjayaan bangsa ini sedikit demi sedikit mulai tergerus oleh paham liberalisasi dan sekuralisme, bahkan para pemimpin hanya memikirkan dirinya sendiri atau partainya guna mempertahankan eksistensi kekuasaan.
Etika bermusyawarah untuk mufakat sudah jarang dikumandangkan, semua melalui voting yang di rekayasa oleh tekanan dan uang. Hasil suatu kebijakan tidak lagi bertopang kepada kepentingan rakyat banyak, tetapi terlebih hanya untuk kepentingan sekelompok penguasa dan pengusaha. Pancasila sudah dilupakan sebagai pedoman bernegara, berbangsa, sehingga menyuburkan ideologi ideologi di negeri ini
Kita menunggu giliran untuk berpecah belah seperti negara Rusia, menjadi negara negara bagian yang rawan perselisihan dan pertengkaran dan akhirnyan terjadi perang saudara yang akan usai. Bubarlah nusantara terpecah belah dan hanya menjadi caatan sejarah diperpustakaan negeri Belanda.
Pancasila paling Indonesia, apakah nanti akan hilang atau di contoh Malaysia atau malah di akui oleh Malaysia sebagai milik saudara sekandung melayu kita itu. Bangsa mereka terdiri dari India, China dan Melayu yang sebenarnya lebih rawan terhadap perpecahan, seperti kita juga yang memiliki potensi SARA (suku , agama, ras dan antar golongan) .
Pasca Pemilihan Presiden 2014 faktual saat ini rakyat telah terbelah menjadi dua. Dua kubu itu memberi nama Koalisi Merah Putih dan Indonesia Hebat. Perseteruan dua kubu nampaknya belum akan selesai dan akan terus melanjutkan konflik sembari menunggu seorang pendamai yang netral. Tadinya rakyat berharap SBY sebagai sosok yang yang bisa diandalkan untuk mempersatukan rakyat di akhir masa jabatan, namun harapan itu menjadi hampa ketika SBY terjerat dalam perseretuan dua kubu tersebut.
Oleh karena itu , mari terus amalkan Pancasila dengan berharap Anggota DPR 2014-2019 mencanangkan atau menghidup kan kembali Program Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila (P4). Rasanya kita tidak boleh alergi dengan produk orde baru karena P4 dengan modifikasi baru akan menjadi kekuatan luar-biasa dalam mempersatukan kembali rakyat yang saat ini telah terbelah. Persatuan Indonesia adalah harga mati, Pemerintah wajib menjadikan Pancasila hidup ditengah masyarakat dalam segala kesaktiannya yaitu ketika para pejabat mulai dari Presiden selalu menyampaikan P4 dalam setiap kesempatan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H