[caption id="attachment_331045" align="aligncenter" width="573" caption="Indonesia Internasional Book Fair 2014 (sumber : kompasiana.com)"][/caption]
Syukurlah kita diajarkan membaca ketika duduk di sekolah dasar. Betapa besar jasa bapak dan ibu guru yang telah membukakan dunia melalui kemampuan mengeja huruf demi huruf menjadi kata dan kalimat berujung kepada paragraf. Terbata bata diawal belajar membaca, namun setelah lancar maka buku mana lagi yang belum di lahap. Itulah pengalaman pribadi ketika duduk di bangku sekolah dasar di tahun 60 an. Keterbatasan persediaan buku ajar di zaman itu apalagi buku pengetahuan lain membuat kami murid murid haus akan bacaan karena memang belum ada perpustakaan di sekolah.
Sekali lagi betapa beruntungnya orang pandai membaca di banding si buta huruf. Perbedaan yang sangat bermakna ketika seseorang dengan kemampuan membaca seakan dia bisa terbang ke alam lain. Sementara orang tidak melek huruf hanya mengandalkan indra telinga mendengar informasi atau berita dari orang lain atau media sosial. Sungguh suatu kenikmatan tak terhingga bagi orang yang bisa membaca dan kemudian dia menggunakan kemampuan itu sepenuhnya untuk menambah ilmu pengetahuan guna menambah wawasan.
Sejatinya dengan membaca orang menjadi lebih pandai.Kewajiban membaca di sekolah tidak lain adalah untuk membiasakan anak didik menyelami dan mendalami ilmu pengetahuan berdasarkan buku dari referensi ilmiah Anak didik harus dipaksa membaca dan mambaca, karena dengan membaca itulah lebih banyak didapatkan tambahan pengetahuan dari pada sekedar mendengar sorang guru mengajar di kelas. Pada ghalibnya seorang pengajar apalagi di tingkat perguruan tinggi hanya menjelaskan apa apa yang kurang dimengerti oleh mahasiaswa. Tidak mungkin semua materi kuliah bisa disampaikan dikelas.
Mahasiswa harus aktif mandiri membaca buku tekx book dan kemudian baru bertanya kepada dosen tentang hal hal yang tidak dipahaminya. Inilah metode pembelajaran yang benar di perguruan tinggi. Wajib membaca dan kemudian menulis resume materi sesuai dengan pokok bahasan. Nampaknya budaya gemar membaca yang melahirkan kutu buku harus lebih digalakkan di semua tinggkat pendidikan di Indonesia.
Dunia bagian mana yang tidak bisa dijelajahi melalui buku. Cakrawala luas bisa dijemput seketika hanya melalui buku. Melalui buku seorang anak manusia bisa terdampar didaratan manapun atau di dunia khayal super natural. Hanya melalui kegiatan sederhana yaitu duduk di kursi santai kemudian memegang buku, membaca penuh minat seakan kita terbang ke alam lain sesuai dengan isi buku yang di baca. Buku baik adalah buku yang mampu menahan pembaca sampai dia mengkhatamkan buku tersebut
Disini kita boleh memberikan standing applaus kepada sang penulis. Penulis berkelas, adalah penulis yang mampu menuturkan segala sesuatu dari getaran hati. Bisa jadi seorang penulis hanya memilik bakat sedikit saja, namun dengan ketekunan luarbiasa melalui proses membaca dan membaca dan akhirnya terbitlah maha karya yang mampu mengubah dunia. Ya sesungguhnya penulis besar adalah seorang pembaca maniak, tidak bisa dia terlepas dari buku buku orang lain. Dari kegemaran membaca itulah kemudian lahir inspirasi dan imajinasi ditambah dengan pengalaman kehidupan keseharian sehingga akhirnya lahir rangkaian tulisan demi tulisan bermuara terbitnya buku demi buku
Luar biasa, kemampuan anak manusia membaca yang kemudian di tingkatkan dengan membaca cepat. Membaca adalah suatu kenikmatan luar bisa di samping kegiatan keseharian anak manusia. Namun sayangnya kegemaran membaca itu tidaklah semua melekat kepada kegiatan keseharian anak negeri. Entah mengapa seakan buku saat ini dikesampingkan setelah di temukan mainan baru berupa alat telekomunikasi genggam. Sejujurnya telepon genggam telah menyita waktu manusia sebegitu banyak. Minat baca seketika menurun drastis karena manusia terlena dengan pola komunikasi cepat yang terkadang tidak mempunyai nilai manfaat selain bergosip ria.
Lihat saja apa yang terjadi saat ini di area publik. Perhatikan sikap warga ketika mereka sedang menunggu sesuatu baik di terminal, di halte atau di tempat tempat lain. Anda akan terbiasa melihat warga sedang asyiek masyuk dengan diri nya sendiri ditemani telepon genggam. Seusatu yang lebih mengkuatirkan dengan kehadiran telepon genggam adalah ketika warga sedang mengemudikan kendaraan. Atau perhatikan saja para pegawai atau pelajar yang msih sempat sempatnya ber komunikasi sms an ketika sedang di kator atau di dalam kelas. Inilah pergeseran budaya yang terjadi begitu cepat. Warga tidak lagi saling menyapa dengan orang orang di sekitarnya, dia lebih asyiek dengan hand phone.
Di benua lain kita masih bisa menyaksikan seseorang ketika menyendiri. Mereka selalu di temani buku. Mereka membaca novel atau buku apa saja untuk membunuh waktu ketika sedang menunggu atau ketika sedang santai. Di negeri kita boro boro mau membaca buku, seorang warga bisa saja memiliki beberapa buah gatget dengan alasan agar tidak low bat atau tidak terputus hubungan dengan teman temannya via telepon seluler. Bila tidak ada teman yang di hubungi biasanya pemilik telepon genggam bukan malah menyapa orang disampingnya justru dia asyiek dengan bermain game.
Itulah sebabnya di era globalisasi ini, dunia memerlukan komunitas penulis buku handal yang memiliki kemampuan luar bisa sehingga bisa mengembalikan anak manusia dari cengkraman handphone. Kita berharap kehadiran buku berkualitas mampu menyelamatkan anak manusia dari ketersia siaa ber teman dengan telepon genggam yang nyata nyata telah menyita waktu menjadi sesuatu yang tidak berguna. Buku buku berkualitas wajib hadir lagi di permukaan melalui sistem pemasaran modern. Minat membaca manusia apakah dia itu warga biasa, penggemar novel atau pembaca yang haus tentang pengejaran kebahagiaan berupa buku buku motivasi harus dihidupkan kembali melalui kerja sama solid antara penulis buku, penerbit handal serta digelarnya pameran pameran buku sesering mungkin.