Dalam soal menulis, Kompasianer senior yang satu ini lebih dari lumayan produktif. Tulisannya membuncah dan melimpah-ruah. Terutama dekade, sebelum setahun terakhir ini. Berbagai tulisan bergenre sosial. Terkadang menyerempet politik.
Tak pelak, karena rajinnya menulis, ada monumen berupa buku yang dijahit dari tebaran tulisannya tersebut. Bukan Hoax, Celoteh Kompasianer Tede dan Bukan Orang Terkenal (2012), sebagai kumpulan tulisan tersebut. Yang hebat, ia menulis: Prabowo Presidenku (2014).
Dialah Thamrin Dahlan. Yang kini sudah (siap) membukukan Pantun. Ya, kumpulan Pantun. Nggak usah kaget. Karena Uda TD, saya menyebutnya begitu, memang berlatar belakang Melayu yang cukup kuat. Meski, apa hubungannya?, ia seorang pensiunan Polisi.
Selaku Bundo Kanduang Suku Peto Kayo merasa bangga mempunyai adik kandungyang menurunkan bakat bertutur kata Ibunda Hj. Kamsiah Binti Sutan Mahmud (Alm). "Alhamdulillah menulis gaya Melayu kini dituangkan dalam bentuk pantun," kata sambutan pada buku dengan cover sederhana ini.
Menulis pantun, tidak sederhana. Ada aturan-aturan yang "mengikat". Setidaknya, ada rima (irama) yang kemudian bisa menyunggingkan senyum apabila didengar kita. Tersebab akhiran yang pas, dan mengena.
Pantun Madura sipulau Jawa
Bahasa beda entah kenapa
Puluhan pesan masuk ke WA
Hapus hoax pilihlah fakta
Jelas, pantun dengan mengacu kekinian. Aktualitas. Mana mungkin ada (istilah) WA ketika zaman dua puluh tahun lampau. Dan oleh Uda TD diringkus menjadi sebuah pantun jenaka dan masih mengandung "petuah". Selazimnya sebuah pantun.
Inilah yang dikerjakan oleh Kompasianer Thamrin Dahlan dalam menuliskan pantun-pantunnya yang dihimpun dari buku barunya, disebut buku ke-21. Memang, tidak dimaktubkan di Kompasiana. Kecuali petilan-petilan dan hampir dibuat tiap hari. Pantun itu ditayangkan di akun medsos yang dipunya. Terutama FB. Sehingga nama-nama hari: Senin hingga Minggu bisa dipantunkan oleh Kompasianer yang satu ini.