Cerita Minggu Pagi 68
Sendiri di rumah. Gerimis menetes-netes. Masih. Aku ingin menghitung berapa ribuan jarum air luruh membentuk labirin pagi sekira belum saatnya melihat matahari jika hari terang.
"Aku jalan, ya," pintanya setengah pamit.
Aku mengangguk.
"Tak apa ditinggal sendirian?"
Aku menghela nafas panjang sebisa kuhirup udara sejuk pagi ini. Aku duduk di beranda, menyeruput teh panas dengan gula batu. Pohon mangga besar di depan rumah tak bergeming hanya ditiban gerimis.
Dan ia benar-benar meninggalkanku. Untuk sebuah acara pada hari libur mestinya bisa dijalankan berdua. Tidak benar berdua sesungguhnya. Setidaknya aku dengan kegiatanku, dan ia memasak sayur asem dengan sambal terasi dibiarkan di cobek lalu dipenyetnya tempe rebus. Sementara ikan asin menjadi menu andalan.
Hingga matahari meninggi, aku masih duduk diam di bangku kayu panjang. Lumayan menghangatkan badan kalau mau sekadar berjemur. Namun matahari tidak normal betul. Kadang redup dengan sendirinya di balik awan.
"Kamu masih sendirian, 'Yang?"
Aku tersenyum. Aku membalas sebisanya.
"Ya."