Tak terasa, sudah episode keempat puluh delapan Cerita Minggu Pagi kutulis. Di sini. Ya, di Kompasiana. Karena tak kutulis di tempat lain. Dan tak kutayangkan di mana pun.
Idenya sederhana. Karena pernah menjadi redaktur media massa mainstream, dan di antaranya memegang rubrik fiksi. Maka pada saat-saat tertentu, kefefet saat dead line kutulis. Yakni ketika tak ada cerpen yang cocok pada momen tertentu, maka terpaksa saya yang menulis. Misalnya, saat Hari Kartini, Hari Kemerdekaan, atau Hari Raya Keagamaan.
Momen-momen seperti itu harus dipertanggungjawabkan oleh saya. Yakni dengan menuliskan cerita pendek yang ada di rubrik media kami saat itu. Dengan ilmu kepepet, dan seperti yang pernah saya timba ilmunya dari Mas Arswendo Atmowiloto -- biangnya menulis kreatif dan telah menghasilkan Mengarang Itu Gampang -- saya mesti bertanggung jawab.
Hal lain, saya juga pernah menulis serial Ayesha di Majalah Kawanku (sudah tutup versi cetaknya) secara ajeg setahunan. Atau menulis serial Goblek -- cerita anak di Tabloid wanita terlaris sampai saat ini yakni NOVA -- sebanyak 52 judul. Waktu itu digawangi, redakturnya, Santi Hendrawati yang malang-melintang di majalah Bobo satu grup dengan NOVA. Saya juga sempat beberapa judul menulis di Bobo.
Jadilah kebiasaan. Mencarikan rubrik yang menggelitik untuk ditawarkan ke pembaca. Itu sebab, muncul Cerita Minggu Pagi ini di Kompasiana.
Kalau dihitung per hari Minggu 24 September ini, maka hampir setahun saya menulis Cerita Minggu Pagi. Ceritanya, hampir gado-gado. Tentang apa saja. Pokoknya ditayangkannya Minggu pagi, sebelum pukul 11. 00 Wib, hehehe. Sehingga ketika saya sedang di luar kota, dan selalu membawa laptop, maka kutuliskan CMP itu. Bahkan kadang suasana di kota itu. Misalnya ketika di Bandung. Yang berjudul Bandung Pagi Ini pun kutulis.
Saya dipacu untuk bertanggung jawab. Meskipun dalam menulis CMP, ya seperti kita tahu bersama tak mendapatkan honor. "Tapi sudah banyak, tuh Mas TS. Sudah bisa dibukukan," kata Ikhwanul Halim, jagoan fiksi yang sehari satu tulisan.
Nah, itu!
Dengan kumpulan sebanyak itu, memang sudah cukup untuk dibukukan CMP. Artinya, kalau dibukukan dan terjual lumayan bisa menjadi uang.
Saya timbang-timbang.
Selamat Hari Minggu, para Kompasianer.