TERLALU menyederhanakan: rakyat sudah cerdas, kini! Memang, selama ini tidak cerdas? Tugas pemimpinlah untuk mencerdaskan apabila, memang, rakyat masih sederhana dalam berpikir. Bukan soal cerdas atau tidak.
Pun bila kini muncul dan terjadi perseteruan antara Antasari Azhar (AA) mantan ketua KPK dengan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) Presiden keenam di ruang terbuka, dan diikuti masyarakat “yang sudah cerdas”. Disebut cerdas, karena boleh jadi pada era lalu rakyat tak diberi kesempatan untuk bisa menyuarakan kecerdasannya. Baik ketika era Soeharto yang otoriter hingga SBY yang disebut pemimpin penuh pencitraan. Itu masalahnya.
AA, Selasa (14/2) kemarin menyebut: SBY jujurlah. Itu kaitannya dengan apa yang telah dialaminya sebagai pesakitan dan sudah menjalani dinginnya dinding LP delapan tahun karena didakwa sebagai dalang pembunuhan Nasrudin Zulkarnaen. Karena disebutkan dengan gamblang via media pandang dengar bernama TV, maka bisa dibacaoleh masyarakat banyak. Bahasanya cukup gamblang. Walau ada yang belum diketahuinya, tentu.
Lalu, SBY sebagai pihak yang dimaksud, dalam bilangan jam mengutus Didi Irawadi Syamsudin melaporkan AA ke Bareskrim sekitar pukul. 20.00 Wib, karena mencemarkan nama baik Presiden keenam. Dan SBY, sebelumnya sudah bercuit di twitter. Ia merasa dizalimi. Bahkan disebut bisa meruntuhkan keiikutertaan anaknya, AHY, dalam Pilkada DKI Jakarta. Melebar-lebar.
Campuran antara masalah hukum dan politik pun, tak terelakkan. Membaur. Dan ini yang kemudian rakyat kebanyakan kita dibingungkan sekaligus dibodohkan. Lalu, apa yang (bisa) mercerdaskan dan sekalian memberi pelajaran atau pendidikan kepada masyarakat luas? Ya, dibawa ke Pengadilan.
Mungkin pihak SBY akan menyebut: ah, pengadilan kan bisa saja direkayasa! Persis seperti ia merasa perteleponannya pada bulan Oktober lalu disadap. Polemik dan gaduh pun tak terelakkan. Oleh karenanya, jalan tengah dan adildengan dibawa ke ranah hukum. Supaya klir dan ada kejelasan duduk perkaranya.
Di Pengadilan inilah – syukur-syukur ditayangkan lewat breaking news TV, dan banyaklah stasiun yang minat – akan kita saksikan. Bukti-bukti yang dipunyai AA dan SBY. Sehingga, selain proses yang diharapkan tak melodrama, ada kejelasan.
Bagaimana dengan asumsi Pengadilan rasa Politik? Yang, tentunya angin dipegang penguasa? Setidaknya, rakyat menyimak pembelajaran itu. Soal hasil, memang selalu ditafsirkan dari pihak yang berperkara. Namun setidaknya tak hanya sekadar saling bersahut di media sosial semisal twitter atau lainnya. Ini era milenial. Semua mesti genial!
Jadi, terutama SBY, Katakan! Yang sebenar-benarnya, dan didukung oleh bukti yang valid.
***
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H