Lihat ke Halaman Asli

Thamrin Sonata

TERVERIFIKASI

Wiswasta

Seksi, Buku Diberi Testimoni Ahlinya

Diperbarui: 1 September 2016   12:17

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Buku-buku Kompasianer yang diterbitkan di Peniti Media (dok.TS)

Dua tahun lalu, TS diminta untuk mengisi acara workshop penulisan oleh Komunitas Sejuta Guru Ngeblog di Universitas Negeri Jakarta (dulu IKIP Negeri Jakarta). Juga tahun berikutnya. Oleh panitia, saya didapuk untuk membagikan perihal dan seluk-beluk menerbitkan buku. Ini segaris dengan mereka, pesertanya guru dari daerah-daerah, yang ingin bisa menulis dan bisa punya buku sendiri kelak.

“Bagaimana sih untuk mendapatkan kata pengantar atau testimoni dari orang-orang terkenal untuk buku kita? Apa harus membayar?” tanya satu di antara peserta workshop itu.

Sebuah pertanyaan benar. Setidaknya, jika kita menyimak buku-buku yang beredar terbit secara umum. Buku yang didapatkan di Toko buku atau di pasaran bebas. Sebab, sebuah buku menjadi seksi dilirik oleh calon pembeli dilihat dari beberapa aspek. Nama pengarang/ penulis, judul, cover menarik menggoda dan kata pengantar serta testimoni/ endorse/ komentar yang biasa diterakan di sampul belakang buku, back cover.

buku-peniti-57c7799d959773d4068b456b.jpg

Calon buku-buku yang akan terbit. Menunggu testimoni ahlinya. (dok.TS)

Kata Pengantar dibutuhkan dari sebuah buku, satu di antaranya untuk pemahaman isi buku bagi (calon) pembeli. Persisnya, mungkin untuk nilai jual. Namun aspek lain, ya si penulis kata pengantar “menjelaskan” apa isi buku tersebut dari sisi keahlian dan keilmuannya. Dan biasanya, ia seorang yang segaris dengan isi (content) buku. Singkatnya, seorang bergelar doktor pendidikan, ya memberikan pengantar buku tentang hal yang berkaitan dengan dunia pendidikan. Seorang pengarang fiksi, pas dalam memberi kata pengantar perihal yang dikenal dan diasosiasikan dunia khayali secara ansich. Padahal, beberapa penulis ini bergelar doktor dan guru besar. Sebutlah Sapardi Djoko Damono, Budi Darma.

Berapa sih honor untuk pemberi kata pengantar dan testimoni itu? Penjelasannya tidak bisa lugas: gratis. Sebab, memang, ada yang tidak bisa gratis. Apalagi, ini menyangkut nama besar yang bersangkutan. Ada keahlian dia. Juga ada nilai jual pemasaran bagi buku tersebut. Sedangkan yang gratis, ada, tentu. Bahkan untuk yang belakangan (gratis) itu cukup dominan. Apa sebab?

Yang gratis, biasanya: Teman/ kolega.

Namun mengingat ini masalah intelektual, biasanya – teman-teman yang bercerita kepada saya – karena pertimbangan ingin membantu untuk kemajuan dunia literasi yang masih payah di negeri ini. Semua buku yang saya tulis – atau buku yang saya terbitkan – ya tidak membayar pemberi kata pengantar dan testimoni. Karena alasan tersebut tadi. Dan kebetulan, memang mereka saya kenal*. Dan sebaliknya, saya pun sudah memberikan kata pengantar atau testimoni dengan cuma-cuma, termasuk oleh pengarang atau penulis yang tidak pernah bertatap muka dengan saya. Bahkan tinggalnya jauh di seberang.

Bagaimana dengan mereka (calon penulis buku) yang tidak kenal dengan orang yang akan dimintai Kata Pengantar atau testimoni? Bisa dengan bantuan teman – bisa dari penerbit itu, baik editor atau jalan memutar lain. Ya, karena jalinan pekawanan dan sebangsa itulah.

Jika sebuah buku menjadi nilai jual dengan adanya kata pengantar atau testimoni orang-orang tertentu menjadi keniscayaan, jangan ragu mendatanginya. Meminta dengan baik-baik. Jika tak mengenal langsung, sebutkan dengan jujur. Bahwa buku Anda membutuhkan cap dari orang-orang yang – mudah-mudahan – punya jiwa intelektual. Dan mendorong dunia literasi.

Demikian.

Salam, Kompasiana! ***

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline