PUKUL 12.23 Wib, TS dan Isson tiba di terminal bis Cilegon, Sabtu lalu. Tak lama sebuah mobil sedan hitam, berhenti sekira 20 meter, dan HP berdering. Kupikir inilah Kang Tisna yang berjanji untuk menjemput. Meski Isson ragu, mengingat selama ini lelaki itu – selama acara bedah buku Kang Nasir – menggunakan mobil jenis SUV warna perak.
“Saya pakai mobil hitam, Kang Thamrin....”
Tak ragu, saya dan Isson berjalan maju mendekati mobil sedang hitam itu. Dan ia, sohib Kompasianer Much Nasir muncul, trus menyongsong kami dan menyalami. Kesantunan seorang, yang memang punya jatah khotbah di masjid-masjid di Kota Baja.
Mobil pun meluncur ke Greenotel di kawasan tak jauh dari terminal. Dan di sana sudah menunggu Kang Arief, yang berlayar bersama TS dan Isson pada 30 April lalu dalam Sail to Krakatau. Segera beres diurus oleh manajer Waterpark yang menyatu dengan Hotel Green yang didesain memang “hijau”. Lha, dinding hotel yang baru beroperasi November 2015 itu ada yang dipantek dari seng bekas, jendela jadul dan furniture didominasi kayu yang dipotong-potong dan ditata ulang – mirip mosaik. “Ngopi-ngopi dulu, Bang Thamrin, Bang Isson ...,” tawar Kang Arief yang kemudian mengenalkan Wakil GM Hotel, Pak Jaka.
Ketemu Laura, Kompasianer Cilegon
Ah, itulah yang terasakan dalam perburuan di bulan Ramadan atau undangan Kang Tisna ke Cilegon kali ini. Seolah-olah mereka merasa kurang menghormati saya dan Isson, apa daya saat siang adalah puasa. “Kan musafir, boleh. Nah, kalau sudah Kang Thamrin dan Kang Isson ngopi, ya kami tuan rumah menghormari ikut nyeruput juga dibenarkan,” kata Kang Tisna yang kerap dipanggil Ustaz.
Perbincangan di Greenotel itu mesti disudahi dulu. Karena Kang Tisna sebagai panitia acara Berbuka Bersama di Pendopo kediaman Walikota Cilegon Dr. H. Tubagus Iman Ariyadi mesti menyambut tamu-tamu yang diperkirakan akan berjumlah ... 2.000 orang. Hal yang gampang, kata Kang Tisna yang mencolek Majelis Taklim dan warga muslim, terutama ibu-ibu. Sehingga pada pukul 16 leebih sedikit, tenda berwana kuning dengan strip merah dipadati orang. Mereka berbaris, ngatre, mengambil “paket” berbuka puasa, termasuk kotak nasi, tentu. Lalu duduk lesehan.
TS, Laura, adik Laura, KAng NAsir, dan Kang Tisna
Mestinya, itu jam ngabuburit. Artinya, ya berada di sebuah tempat seraya menuggu waktu berbuka puasa. Namun kali ini, saya berbagi dengan Isson untuk mengambil gambar di Pendopo yang para lelakinya mengenakan baju koko dan kopiah – bisa tak mesti hitam. Para ibu-ibunya, juga berbaju gamis, segera lesehan. Menunggu tausiah dan Ketua DPR Dr. Ade Komaruddin (Akom) yang sedang urusan tugas juga, di Serang – sekira 16 km dari Cilegon. Ya, ditemani Ketua DPRD Cilegon Ir. H. Fakih Usman dan Walikota Cilegon Iman Ariyadi.
“Islam itu rahmatan lil alamin ...,” tausiah Kyai, bukan Kang Tisna. Ya, karena ia sibuk terus menerima tamu yang mengalir. Atau sesekali berkomunikasi dengan dua orang penting yang akan berbuka puasa di Pendopo – bekas Kawedanan di mana tercatat sebagai tempat sejarah Pemberontakan Petani Banten tahun 1888 seperti ditulis Sartono Kartodidjo, sejawan terkenal dari UGM.
Oji Saoji, Isson, Kang Nasir dan pengacara Agus.