Lihat ke Halaman Asli

Thamrin Sonata

TERVERIFIKASI

Wiswasta

BTPN Membukukan 20 Sosok Pendaya Dobrak Indonesia Kekinian, Walau dari Pinggiran

Diperbarui: 21 Mei 2016   08:23

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Buku

Dua puluh Blogger Kompasiana, 20 sosok pendaya dalam satu buku oranye: Hidup yang Lebih Berarti. Berarti yang bagaimana? Bagi dirinya, keluarga dan lingkungan sekitarnya. Mampu menegakkan kepala dan dua lengannya menggandeng banyak orang. Untuk kehidupan yang lebih. Tak sekadarnya.

Mereka, subyeknya: boleh jadi,  orang-orang yang awalnya terpinggirkan. Lalu bangkit dengan berbagai cara. Karena ketidakmengertian, keterpepetan, dan hal-hal yang membuat mereka berpikir serta – ini yang penting: punya ide – menjadi diri sendiri. Passion terpendam yang lebih diberdayakan dan kemudian mampu menggandeng lingkungannya: orang-orang untuk lebih berdaya. Meski apa yang dihasilperjuangkan kemudian menjebol dinding sekat: wilayah. Mendunia.

                Dua puluh sosok (dan usaha dan dayanya) sebanding lurus dengan para Blogger Kompasiana. Dua puluh sosok ini, bukan siapa-siapa. Tak pernah mencuat ke permukaan sebagai apa. Pun blogger, atau Kompasienar, sepuluh tahun silam bukan siapa-siapa. Yang boleh jadi gagap merangkai teks-teks untuk bertutur – karena siapa yang mesti dituturkan? Di sini keduanya berdaya dengan difasilitasi BTPN.

                Klop. Dalam istilah Jawa: tumbuketemututupe. Terjadi simbiosis mutualis: antara pelaku yang berdaya dan Kompasianer. Dan ketika diceritakan dalam sebuah buku, akan menggelinding ke mana-mana.  Sebagai daya gugah untuk perubahan bersama.

                Kisah tentang sampah, hanya akan menjadi benda terbuang, tak banyak guna. Namun di tangan Slamet Akhmad Mukhyidin, penggerak pengepul sampah, menjadi sesuatu. Sehingga per 9 September 2012, Unit Pengelola Sampah Bank Sampah Pas berganti nama menjadi Bank Sampah Bintang Sembilan (Bank SBS). Di mana atas kegigihannya sudah ada 4 titik komunitas pengumpul sampah di RT sekitarnya. “Pak Aryo bahkan sudah melebarkan sayap membawahi 95 komunitas sampah desa di wilayah Purwokerto ....” halaman 79.

                Awal perjuangan Pak Aryo, bukan sebuah pembalikkan telapak tangan yang  mudah. Termasuk, ia sebagai penggerak dan pengepul sampah yang bisa dianggap sebuah cari panggung untuk kepentingannya. Ada saja orang tak suka melihat kesenangan orang. “Saat akan diresmikan mau didemo, ada pula yang mengajukan keberatan ke Lurah,” tambahnya.

                Ini sama dengan apa yang digerakkan oleh Anik Sriwatiah, pemilik warung di bekas lokalisasi PSK Dupak, Bangunsari, Surabaya. Ia yang sadar mesti menghidupi dua orang anak wanitanya, lalu mengajak PSK dan mucikari dianggap sebagai, “Kami dicurigai mau nutup lokalisasi. Kami hampir mati dikeroyok. Untung kami bisa menyelamatkan diri. Dari situ, kami bisa belajar bagaimana mengambil hati warga yang tidak bekerja atau putus sekolah,” ujar perajin keset karakter, halaman 40.

Dok. Pribadi

Dan jika dibenturkan dengan dunia serba canggih bernama internet, maka tidak klop. Namun apa yang dilakukan pemilik Kursus Komputer Gratis ala Bodro Irawan di Kajen, Pekalongan hanya bagian dari niat para sosok yang berdaya dalam mendobrak kemampatan dari hidup yang terpinggirkan atau tersudut. Mengingat hasil daya, ide dan keuletan bisa membuahkan produk yang dapat mendunia seperti tas kreasi Solihin di bilangan Bali sana. Atau seorang petani tak lulus Sekolah Dasar mampu menggerakkan 3. 505 petani dan omzetnya yang luar biasa, dalam bilangan miliar. Tepatnya Rp 31, 5 Miliar. Atau uluran tangan BTPN, yang tak mengenal batasan bagi orang-orang pensiunan sekalipun apabila punya daya imajinasi yang menembus pagar kebuntuan seperti yang dilakukan Munaji: Tak Ragu Memulai Usaha di Usia Senja.    

                Mencermati 20 pelaku usaha ini, kita tidak menghadapkan mereka dengan apa yang sudah dilewati oleh para penemu mesin masa depan semisal Steven Job, Bill Gates, Mark Zukenberg atau siapa pun yang lebih sebagai para pencetus ide yang tak punya toko-gudang secara ansich, semisal toko buku Amazon. Mereka para pelaku usaha yang sesungguhnya tidak kelewat muluk. Mereka lebih memberdayakan diri dan keberdayadiriannya untuk menjadi diri sendiri. Dan berguna bagi lingkungannya.

                Di sini kita bisa dapatkan etos mereka untuk berdaya. Dengan caranya. dengan usahanya, dan dengan niatan yang tidaklah mesti menjadi yang terdepan. Dan ketika BTPN ada di belakangnya, merupakan support penting untuk keberlanjutan serta hidup yang lebih berarti. Mengingat  mereka disambangi secara kekeluargaan untuk memperbaiki apa yang si nasabah pendaya ini dalam mendobrak kebuntuan. Bagaimana memasarkan, dengan kemasan yang menjual, dan sikap dalam menghadapi persoalan pasca produksi. “Mereka merasa disupport, dan ini amat dibutuhkan para nasabah yang dipilih ini. Tak dibiarkan begitu saja,” ungkap Kompasianer Iskandar Zulkarnain yang menulis Ulyati pengusaha Krupuk Sanjai.  

                Dengan dibukukannya para pendobrak dari berbagai wilayah di kawasan Nusantara ini, menjadi sebuah keniscayaan untuk menggandeng mereka yang bisa dengan usaha(daya)nya. Menggandeng lebih luas untuk “Hidup yang Lebih Berarti”. Mengingat Negeri ini terdiri atas tujuh belas ribu pulau dan ratusan etnis serta berbagai bidang daya yang bisa diberdayakan. Tak hanya batik sebagai ikon, atau wayang yang mendunia dalam bentuk cinderamata. “Dengan keragamannya, Indonesia mempunyai potensi untuk terus tumbuh dan berkembang. Agar hal tersebut bisa dirasakan setiap lapisan masyarakat, maka semua orang perlu turun tangan untuk saling memberdayakan,” cetus Anika Faisal, Direktur BTPN.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline