Lihat ke Halaman Asli

Thamrin Sonata

TERVERIFIKASI

Wiswasta

Di “Berkas Kompas”: Jalan Berliku Mendapatkan Sianida

Diperbarui: 6 Maret 2016   08:12

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption caption="dok. Kompasiana"][/caption]

TERSANGKANYA sudah ditetapkan: Jessica. Korbannya pun lebih dulu ada: Mirna. Eh, padahal keduanya bersahabat. Bahkan sejak sama-sama kuliah atawa belajar di Australia. Tralala, kasus kematian di Kafe Olivier, Grand Indonesia ini beraroma Sianida: racun!

KOMPAS TV pun perlu menelusuri kematian atas penyebab racun mematikan itu. Sehingga, Sabtu (20/2) dibedahlah atas kejadian itu, sebagai watch dog dalam tajuk “Bincang Sapa” di Bentara Budaya, Jakarta Sabtu (20/2). Bisa disebut, inilah kisah di balik pembuatan tayangan program Berkas Kompas ini. 

“Saya nggak ngerti, kenapa penonton kita senang dengan gambar yang blur,” ungkap Mercy Tirayoh, reporter Berkas Kompas TV yang didampingi produser Veronica Hervey. Mungkin itulah misterinya orang senang dan penasaran dengan gambar(an) remang-remang seperti racun sianida yang menghebohkan itu.

Padahal, dalam jurnalistik TV sebagai media pandang dengar membutuhkan gambar sebagai bukti sahih untuk ditonton pemirsanya. Di sinilah tantangannya. Hari itulah diungkapkan lika-liku tim Berkas Kompas, sebuah program yang ditayangkan Rabu malam. Dengan menghadirkan Glory Oyong sebagai moderator yang dikenal sebagai host pada “Sapa Indonesia” tayang tiap pagi.

[caption caption="Reporter, produser dan presenter Kompas TV mendampingi Dr. Budiwan, nara sumber Bincang Sapa "Sianida". (foto:TS)"]

[/caption]

Dari aspek persoalannya, jelas sebuah kerja tim tidak mudah. Bagaimana agar mendapatkan gambar sebagai “alat bukti” dan narasi yang mengikutinya. Sehingga kasak-kusuk persoalan racun sianida yang disebut sebagai penyebab kematian perempuan yang baru menikah itu menjadi tidak mudah. Setidaknya, bagaimana untuk bisa membuktikan dan menghadirkan sianida itu. Meski kadang cameraman mesti ngumpet di mobil dan mengambil gambar dari jarak jauh.

“Kami terpaksa mengaku sebagai mahasiswa kimia,” ujar awak Kompas TV itu. Di mana tak mungkin ia dan tim ujug-ujug mendatangi toko kimia untuk mendapatkan sianida itu dengan mengaku sebagai awak media. Taklah.

Jalan memutar ini, bisa dibaca: menyamar, bagian yang diungkapkan di hadapan Kompasianer dan sebagian atas undangan Kompas TV. Dan ini, memang bukan pekerjaan  gampang. Karena kalau investigasi dilakukan oleh online, media cetak atau media dengar (radio) cukup dengan satu awak dan bisa sambil menyembunyikan alat perekam atau alat tulis dan berlaku layaknya orang biasa. Nah, bagaimana untuk tim Kompas TV? Bagaimana cameraman harus pandai, termasuk mencuri-curi, sembunyi.

Sianida sendiri sesungguhnya mudah diperolehnya di toko kimia untuk penjualan tingkat menengah-atas. Tanpa proses berbelit. Setidaknya, sebelum kasus yang memakan korban Mirna mudah diperoleh. Dan menghilang barangnya manakala ditanyakan oleh tim Berkas Kompas. Namun sebagai orang media, dan ini jenis investigasi, pantang menyerah. Maka tim Berkas pun “mencari” lewat internet. Dapat.  Bahkan mereka kemudian bisa mendapatkan 50 kg racun kelas atas dalam soal bahayanya. Setidaknya di atas arsenik yang pernah menghilangkan nyawa tokoh penting penggiat HAM bernama Munir, yang proses “pembunuhannya” antara Jakarta-Amsterdam. Harganya pun relatif murah.

[caption caption="Foto:TS"]

[/caption]
Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline