Lihat ke Halaman Asli

Thamrin Sonata

TERVERIFIKASI

Wiswasta

Tulisan Orang Khilaf

Diperbarui: 12 Agustus 2015   04:22

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Much. Khoiri, dosen Unversitas Negeri Surabaya (Unesa), menyebut, “Saya tak bersedia menulis yang negatif. Lha, menulis yang positif saja belum tentu diterima, kok,” di TB Gramedia Matraman dalam acara bedah buku “Rahasia TOP Menulis” yang diterbitkan Elex Media Komputindo, di mana saya menjadi moderator.

                Kepala Pusat Bahasa di kampusnya ini pernah menimba ilmu International Writing Program di University of Iowa (1993) ceritanya menemukan buku di rak Toko Buku terbesar di Asia Tenggara itu, “Kiat Sukses Menjadi Hacker”. Itu sebab, ia dalam pemaparannya di bedah bukunya itu perlu menggarisbawahi perihal menjadi seorang penulis. Penolakannya itu, sesungguhnya bisa diperpanjang lagi. Untuk menjadi seorang penulis, mestilah bertanggung jawab atas buah pemikirannya. Lha, menulis kan memikirkan sesuatu, dan kemudian dituangkan dalam bentuk teks. Di situ ada “jeda” untuk meruntut pikirannya, logika dan kemudian dikomunikasikannya. Ada saat mempertimbangkan apa yang akan disampaikan melalui tulisannya.

Much. Khoiri, Isson Khairul dan Gapey Sandy sebagai pembahas, serta Mbak Intan Marcom Elex dan saya seusai bedah buku di TB Gramedia Matraman, Jakarta. (dok:TS)  

 

                Ini Juga Penulis

                “Presiden macam manalah kau ini…!! Kerja.. Kerjaa..Kerjaaa..Kerjamu cuman nonton bioskop ma konser doank ternyataa..!! kalo, kau bukan muslim, ku tebas lah kepala kau nich!! …”

                Kalimat di atas saya kutip dari Koran Rakyat Merdeka, Kamis (30/7) atas FB orang Batam Dudi Hermawan bersama istrinya yang berpakaian gamis dengan latar belakang masjid pada Senin (20/7) pukul 23:13 WIB.  Saya meyakini, ia seorang muslim. Namun saya meyakini ia bukan seorang penulis yang bertanggung jawab, meski di sebuah facebook. Karena ketika kemudian hujatannya berbalik, terutama diserang oleh relawan Presiden Jokowi, ia cepat-cepat menjawab, “Demi Allah Pak, Saya Khilaf, Saya Minta Maaf”.

                Menjadi penulis, atau orang menulis, selazimnya bertanggung jawab terhadap isi tulisannya. Dari apa yang dikatakan teman saya dosen Sastra Inggris Cak Emcho di atas dan FB-kers itu bisa ditarik garis yang mudah dipahami kita. Ya, tentu dengan pemahaman dan nalar yang terjaga. Karena, saya pun pernah menuliskan dan disalahpahami oleh setidaknya dua orang yang merasa terkenal dan popular. Padahal, sama sekali saya tak menyebutkan nama dan bahkan tak bermaksud untuk menyerangnya. Yang lucu lagi, ada dosen yang “membela”nya. Sehingga kesimpulan saya, dan secara joke kepada teman seorang redaktur senior di penerbitan besar, “Lha, membaca saja nggak bener.”

                Kembali pada, terutama, FB-kers dari Batam itu. Apakah ia cukup dengan meminta maaf atas kekhilafannya? Setelah mengucapkan dengan pilihan kata yang kasar, dan jelas serta mudah dipahami kita yang membaca statusnya itu? Ada ancaman lho, di situ. Lebih-lebih ia membawa nama “muslim” segala. Cukup dengan gagah pula, menyebut nama Allah.

                Sebenarnya, simple alias sederhana. Bahwa untuk menuliskan sesuatu, apakah di FB dan dalam tulisan yang menuntut keilmiahan, dibutuhkan pertanggungjawaban. Mengingat sebuah tulisan, ketika diperlihatkan di publik, ia tidak bebas nilai. Sehingga tak cuma dengan menyebut nama Tuhan segala. Karena sebelum memperlihatkan teks ke massa mestilah mengerti sebagai konsekuensi logis buah pikirannya.

                Itu saja.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline