Bagi para kaum perempuan sepertinya sudah tidak asing lagi ya dengan stereotype jika perempuan atau ibu rumah tangga harus memiliki keahlian di dapur. Apalagi untuk perempuan-perempuan di luar sana yang memiliki rencana unuk menikah. Para calon mertua kebanyakan akan bertanya tentang keahlian memasak si perempuan.
Bagi perempuan yang kurang memiliki keahlian dalam memasak, pertanyaan ini pasti selalu bikin deg-degan. Padahal, memasak bukanlah menjadi penentu utama untuk menjadi seorang istri. Ya kan, girls?
Memasak termasuk survival skill
Siapa bilang hanya perempuan saja yang diwajibkan untuk bisa memasak? Padahal pada dasarnya masak termasuk dalam survival skill yang sah-sah saja jika ingin dilakukan oleh perempuan ataupun laki-laki.
Bayangkan ketika kita sedang terjebak di suatu daerah atau bahkan tersesat di hutan, tentu skill memasak sangat penting digunakan di saat-saat seperti itu. Atau saat kita sedang dalam kondisi tidak memiliki uang untuk membeli makanan, sementara di rumah hanya tersisa bahan-bahan makanan mentah saja.
Baik perempuan atau laki-laki, apabila ingin tetap bertahan maka harus bisa memasak atau setidaknya mengolah makanan menjadi layak makan. Tidak melulu memasak harus dilakukan perempuan, istri, ataupun ibu rumah tangga.
Bisa memasak tidak selalu jadi poin penting
Ada yang salah dengan perempuan yang tidak masak? Apakah lantas tidak cocok untuk menjadi istri? Tidak seperti itu. Menjadi istri tak selalu menjadikan memasak sebagai poin penting. Bagaimana dengan mengatur keuangan dengan baik? Dapat membersihkan dan menata ruangan dengan rapi? Atau memiliki sifat yang penyabar, emosi yang stabil? Bukankah masih banyak aspek lain yang sepatutnya dapat menjadi poin penting, tak harus dengan pintar memasak.
Kasih sayang tak selamanya lewat masakan
Banyak orang bilang jika kasih sayang seorang istri berasal dari makanan yang ia masak sendiri. Apalagi saat sudah menjadi ibu dari seorang anak, rasanya masakan adalah bukti cinta dari seorang ibu kepada keluarga.