Lihat ke Halaman Asli

V for Victory

Diperbarui: 26 Juni 2015   16:04

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

taken from google image

Aku Dinar, 22 tahun, pendiam, setengah tomboy, separuh feminin, sepertiga keras kepala dan egois. Inginku cuma satu: melihat orang yang kusayangi bahagia. Satu lagi, cowok alias pacar bukan aku banget, karena gini-gini aku punya prinsip menjaga hati untuk pangeranku satu-satunya. Kolot banget ya?!! Hingga suatu hari....... "Hai,,," "Siapa ya?" dengan nada super jutek, yang mungkin tidak dia sadari. "Kenji, tau nomor kamu dari Emil." "Owh, anak BL juga?", Aku dan Emil sama-sama penggemar bulutangkis dan sudah hampir dua tahun bergabung dengan komunitas BL (Badminton Lovers). "Tapi,,beraninya Emil nyebarin nomor hapeku," bathinku dalam hati, Itulah awal perkenalanku dengan Kenji. Ya, Kenji 23 tahun, anak terakhir dari tiga bersaudara, programmer yang kadang-kadang melukis juga. Ngaku pemalu dan pendiam tapi kalo sms-an dan teleponan rame banget anaknya. Pinter, lucu dan nyambung banget. Jadilah kita siang malem sms-an dan teleponan. Oya, kita ternyata sama-sama lulusan salah satu SMA favorit di Malang. Hari berganti, bulan berlalu dan tanpa kusadari aku semakin tenggelam dalam permainan yang bernama ketidakpastian. Berkali-kali kucoba menghentikan rasa ini tapi setiap kumerasa yakin, dia datang dengan seribu cerita dan sejuta pesonanya. Hasilnya bisa ditebak. Jatuh dan tenggelam lagi. Ya, seorang Dinar yang bertekad untuk menjaga hati akhirnya takluk di tangan seorang Kenji. Kenjilah yang mengajariku apa itu cinta dan bagaimana rasanya jatuh cinta. Kenji beberapa kali pindah kota tapi itu sama sekali tidak mengubah keadaan. Kenji tetap peduli dan perhatian. Setidaknya itu yang kurasa. Enam bulan yang lalu Kenji pindah lagi dan kali ini ke kota Kembang, Bandung, entah untuk berapa lama. Sempat khawatir juga se, tapi aku toh sudah biasa tanpa kehadirannya, karena kutahu Kenji akan terus mengirimiku sms dan meneleponku. Kenji juga masih sekali dua kali mengirimiku cerita-cerita di kota barunya. Dan dari cerita itu bisa kulihat betapa senangnya dia di sana. 3 bulan ini intensitasnya meneleponku berkurang, sms pun bisa dihitung. Aku coba bertanya ada apa tapi dia enggan bercerita. Mungkin dia sibuk dengan pekerjaannya, mungkin dia masih butuh beradaptasi dengan lingkungan baru di sana, mungkin, mungkin dan entah berapa banyak kemungkinan yang berputar di otakku. "Ikhlas Din, Ikhlas!!" Kucoba menenangkan diriku. "Nanti kalau sudah gak sibuk, Kenji pasti meneleponku. Ya, pasti itu", ku terus meyakinkan diri sendiri. 19 Mei 2010 Aku masih sibuk dengan teman-teman yang datang mengucapkan selamat ulang tahun untukku saat Kenji meneleponku setelah sekian lama tidak menghubungiku. "Malem Beib," sapamu dengan lembut, persis seperti biasanya. "Hai", balasku pendek. "Happy birthday ya! best wishes for you," lanjutnya. "Thanks, kadonya mana?", ku coba memecahkan suasana kaku diantara kita. "Aku sekarang di Malang lho.." "Really??", harusnya aku senang dengan kejutan ini tapi,,entahlah.. "Yupz, aku tunggu di tempat biasa ya!" "Ok, see you there!" Klik, telepon pun ditutup. Dan setelah minta izin Bapak Ibu, aku pergi ke tempat makan kita biasa bertemu. "Idih, tambah kecil aja kamu Beib," sapanya setiba aku di sana. "Iya ne, banyak mikirin kamu." Candaku yang hanya dia balas dengan senyuman. "Eh, ini dia," lanjutnya setelah sekian detik berlalu. "Apa? ada surprise lagi kah?" tanyaku dengan pedenya. "Yupz, kenalin pacarku" "Fina," sapa cewek lembut yang baru saja berdiri di depanku.. Tuhan,,,inikah rasanya disambar petir? "Tenang Din! Kamu kuat, kamu bisa!!", bathinku. "Vi?" sambil membentuk lambang Victory dengan telunjuk dan jari tengahku yang untungnya tidak kelihatan bergetar. "Nope, fabulous", candanya, "Yes, you are", yang disambut tawa oleh mereka berdua. "Eh, Sorry ya, aku ke belakang sebentar," pamitku pada mereka. "Ya ampun Beib, hobimu masih tetep aja ya? jangan-jangan ntar jodohmu penjaga toilet. haha", canda Kenji "Enak aja! Tapi gak menutup kemungkinan se. Haha", dengan ketawa yang super dipaksakan. Belum lama beranjak, Kenji kembali memanggilku, "Nasgor dan jus apel+wortel?" tawarnya, "Yupz!" Sambil bergegas pergi. Tuhan, Kenji masih ingat kebiasaan itu. Ya, aku memang hobi ke toilet, tapi malam ini beda, aku butuh waktu sejenak untuk menenangkan diri. Dan menu itu?? Tak sedikit pun dia lupa menu favoritku. "Nji, selama ini kamu anggap aku apa???" Malam itu rasanya waktu enggan beranjak, langit pun seolah mengerti apa yang kurasa. Belum lama aku meninggalkan tempat makan itu, hujan mengguyurku sepanjang perjalanan pulang dengan motor kesayanganku. Anehnya, aku sama sekali gak bisa menitikkan air mata, padahal aku benar-benar menginginkannya. Fina, Fina,, aku kembali mengeja nama cewek itu. Dia cantik, anggun, lembut, dokter gigi, dan anak tunggal. Mereka pasangan yang sangat ideal, Kenji beruntung banget bisa mendapatkannya. Sedang aku?? ah sudahlah... Setibanya di rumah, aku memandang lukisan yang kenji buatkan untukku. Masih kuingat 19 Mei setahun silam. Saat Kenji tiba-tiba berdiri di depan pintu rumahku dengan setangkai mawar putih kesukaanku dan lukisan tentang kita. Rasanya waktu itu aku terbang ke nirwana dan menari bersama bidadari di sana. Sempurna!! Tapi sekarang? aku hanya bisa menatap nanar lukisan itu.. "Biiippp, Biiippp", bunyi sms membuyarkan lamunanku. Ah, ternyata Kenji. Dia hanya ingin memastikan apa aku sampai di rumah dengan selamat. Bersamaan pula, lamat-lamat kudengar Apalah Arti Cinta-nya She mengalir syahdu dari kamar adikku.. Bila aku tak berujung denganmu Biarkan kisah ini kukenang s'lamanya Tuhan, tolong buang rasa cintaku Jika tak Kau izinkan aku bersamanya

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline