Lihat ke Halaman Asli

Taufiqurrahman Bakri

Mahasiswa Ilmu Komunikasi Universitas Muhammadiyah Prof. Dr. Hamka (UHAMKA)

Komunikasi dan Kampanye Politik di Indonesia dalam Perspektif Islam

Diperbarui: 12 Juli 2023   16:01

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Kampanye politik di Indonesia dalam perspektif Islam mencerminkan upaya membangun negara yang berdasarkan prinsip-prinsip Islam, seperti menghormati pluralisme dan memperjuangkan kemaslahatan umat. Indonesia sebagai negara dengan mayoritas penduduk Muslim memiliki sejarah panjang dalam melibatkan agama dalam kehidupan politik. Dalam konteks ini, kampanye politik dalam perspektif Islam mengintegrasikan nilai-nilai Islam ke dalam agenda politik dengan tujuan mencapai keadilan sosial, transparansi, dan pembangunan berkelanjutan.

Di dalam sejarah Islam, istilah kampanye dalam fiqh siyasah memang belum familiar dan dikenal secara luas. Istilah tersebut telah ada sebelum masa kontemporer ini, di mana telah terbentuk negara-bangsa yang banyak bercorak demokrasi bagi negara yang mayoritas muslim khususnya di Timur Tengah dan Asia Tenggara. Pelaksanaan kampanye merupakan salah satu bagian atas terselenggaranya pemilihan umum. Di dalam fiqh siyasah, istilah pemilihan umum dikenal dengan Intikhabah al-‘ammah. Intikhabah merupakan jama’ muannassalim yang berasal dari kata intikhaba-yantakhibu yang artinya memilih. (Ashsubli, 2017)

Dalam Al Quran, terdapat beberapa prinsip-prinsip komunikasi yang penting dalam konteks politik. Di antaranya adalah konsep "Qaulan Baligha," yang berarti menyampaikan pesan dengan jelas dan lugas. Prinsip ini menekankan pentingnya kejelasan dan keberanian dalam menyampaikan visi politik kepada publik. Lalu, terdapat prinsip "Qaulan Karima," yang mendorong penggunaan kata-kata yang baik dan mulia dalam berkomunikasi. Selanjutnya adalah "Qaulan Marufa," yang menekankan pentingnya menyampaikan pesan yang sesuai dengan norma dan nilai-nilai yang diterima oleh masyarakat. Setelah itu ada prinsip "Qaulan Layyina," mengajarkan pentingnya berbicara dengan lembut dan penuh kasih sayang. Lalu, prinsip "Qaulan Maysura," menekankan pentingnya memilih kata-kata yang bisa mempererat hubungan dan menyatukan umat. Dan yang terakhir adalah prinsip "Qaulan Sadida," menekankan pentingnya berbicara secara jujur, terbuka, dan lurus.

Semua bentuk komunikasi Islam pada dasarnya tidak berbeda dengan komunikasi non-Islam dalam hal model, proses, dan efeknya. Yang membedakannya lebih pada landasan filosofinya. Landasan teori atau filosofinya tentulah Al-Qur’an dan Hadit Rasulullah. Dengan sendirinya komunikasi Islam terikat pada pesan khusus, yakni dakwah karena Al Quran adalah petunjuk bagi seisi alam dan juga merupakan (memuat) peringatan dan reward bagi manusia yang beriman dan berbuat baik (Surat Al Ashr).

Jika diambil model komunikasi yang paling elementer dari Aristoteles (384-322 SM) yang disebut rhetorica atau seni berbicara untuk mempengaruhi pendengar, maka kelihatan ada tiga komponen dalam proses komunikasi, yakni pembicara, pesan, dan komunikan. Meskipun tidak disebut secara eksplisit, tentu saja terdapat pula saluran, efek, dan arus balik (feedback). Saluran adalah jalan yang menyalurkan atau yang dilalui oleh pesan sehingga pesan itu bisa mencapai komunikan. Jadi saluran adalah jalan yang menghubungkan antara komunikator dan komunikan. Saluran itu bermacam-macam, mulai dari ruangan (udara) sampai kepada (gerakan) anggota-anggota badan, tangan, lengan, telunjuk, sorot mata, gerakan kening, alat tulis yang dipegang si pembicara, dan sebagainya. Dengan demikian, saluran pesan bisa juga berfungsi sebagai isyarat komunikasi atau merupakan pesan itu sendiri (non-verbal dan meta komunikasi). Juga semua gerakan tubuh, dan sebagainya tersebut dapat merupakan arus balik (feedback) dari penerima pesan. Perlu diketahui, bahwa feedback dalam rhetorica (retorika) sifatnya “mendukung” maksud komunikator karena komunikasi retorika adalah model arus pesan satu arah.

Pada dasarnya, kampanye politik dalam perspektif Islam di Indonesia mengedepankan prinsip-prinsip Islam yang mencakup tauhid, keadilan, amal shaleh, syura, transparansi, akuntabilitas, serta implementasi hukum Islam. Prinsip tauhid menekankan pentingnya pengakuan bahwa Allah adalah pemilik mutlak kekuasaan, sehingga kampanye politik akan mempromosikan sistem politik yang mencerminkan otoritas Allah dan membangun kekuasaan yang bertanggung jawab kepada-Nya. Kampanye politik yang berdasarkan perspektif Islam akan mempromosikan keadilan sosial, perlakuan yang adil terhadap semua warga negara tanpa memandang ras, agama, atau latar belakang sosial-ekonomi mereka.

Keadilan sosial adalah prinsip yang sangat penting dalam Islam, dan kampanye politik dalam perspektif Islam di Indonesia akan menekankan perlunya menghapuskan ketimpangan sosial dan ekonomi, pemberdayaan kaum lemah, dan perlindungan terhadap hak-hak individu dan kelompok yang rentan. Kampanye semacam itu akan mendorong pemerataan distribusi kekayaan, akses yang adil terhadap pendidikan dan layanan kesehatan. Prinsip ini tercermin dalam ajaran zakat, infaq, dan sedekah sebagai bentuk kepedulian terhadap masyarakat yang membutuhkan

Amal shaleh juga menjadi fokus kampanye politik dalam perspektif Islam di Indonesia. Pemimpin dan partai politik yang berdasarkan perspektif Islam akan mengupayakan pemberdayaan masyarakat melalui program-program yang meningkatkan kesejahteraan ekonomi, kesehatan, pendidikan berkualitas, dan lingkungan yang lestari. Kampanye tersebut akan mendukung program-program yang mengurangi kemiskinan, meningkatkan kualitas pendidikan, dan mempromosikan pembangunan berkelanjutan. Kampanye seperti ini juga akan mendorong partisipasi aktif dalam kegiatan amal, seperti zakat, infaq, dan sedekah, untuk membantu masyarakat yang membutuhkan.

Syura atau musyawarah juga menjadi prinsip yang penting dalam kampanye politik di Indonesia dalam perspektif Islam. Kampanye politik dalam perspektif Islam akan mendorong penggunaan mekanisme musyawarah dan konsultasi dalam proses pengambilan keputusan politik. Partisipasi publik dan pemikiran kolektif akan menjadi landasan penting dalam merumuskan kebijakan yang dapat memenuhi kebutuhan dan aspirasi masyarakat secara adil dan proporsional. Partisipasi aktif masyarakat dalam proses politik juga akan memastikan pengambilan keputusan yang lebih inklusif, menghargai aspirasi beragam masyarakat, serta meningkatkan legitimasi kebijakan publik.

Transparansi dan akuntabilitas juga menjadi prinsip penting dalam kampanye politik di Indonesia dalam perspektif Islam. Kampanye tersebut akan mempromosikan integritas, pengawasan publik yang ketat, dan pemenuhan amanah serta tanggung jawab bagi para pemimpin politik. Hal ini melibatkan pelaporan keuangan yang transparan, pengawasan terhadap korupsi dan penyalahgunaan kekuasaan, serta mempertanggungjawabkan tindakan politik kepada publik. Penting bagi para pemimpin politik untuk melaporkan secara transparan tentang penggunaan anggaran dan keputusan yang diambil, serta terbuka terhadap pemantauan dan pengawasan masyarakat.

Dalam konteks politik, hukum Islam (syariah) juga menjadi pertimbangan penting dalam kampanye politik dalam perspektif Islam. Namun, penting untuk diingat bahwa implementasi hukum Islam harus dilakukan dalam kerangka konstitusi dan menghormati prinsip-prinsip kebebasan beragama serta keragaman masyarakat. Kampanye politik dalam perspektif Islam di Indonesia akan mengadvokasi implementasi hukum Islam dalam beberapa bidang kehidupan, terutama dalam hal-hal yang berkaitan dengan nilai dan etika Islam, seperti hukum keluarga, ekonomi syariah, atau etika publik.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline