Lihat ke Halaman Asli

Evandra R.P Susilo

Mahasiswa S1 Hubungan Internasional

Analisis Konflik Hizbullah-Israel dan korelasinya dengan Teori Hubungan Internasional

Diperbarui: 2 Desember 2024   15:30

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

PENDAHULUAN 

Kelompok Hizbullah dibentuk pada masa Perang Saudara Lebanon yang terjadi pada tahun 1982 silam. Hizbullah dibentuk dengan tujuan untuk mencegah invasi Israel terhadap Lebanon yang bertujuan membasmi Kelompok Pembebasan Palestina atau Palestine Liberation Organization (PLO). Israel memandang bahwa PLO, yang memiliki pengaruh kuat di daerah selatan Lebanon, adalah ancaman nasional yang sewaktu-waktu dapat membahayakan Israel itu sendiri. PLO menggunakan Lebanon Selatan sebagai markasnya dan menyerang wilayah Israel secara berkala. Karena frekuensi serangan PLO yang semakin sengit, maka Israel tidak segan-segan mengambil tindakan militer untuk menyerang langsung wilayah Lebanon Selatan dan membasmi PLO yang bermarkas di sana. Sebagai respon terhadap ancaman invasi Israel, Hizbullah dibentuk pada tahun itu juga dan bekerjasama dengan PLO untuk menghalau serangan Israel. Tahun 1982, ditandai sebagai awal mula konflik antara Hizbullah dan Israel.

KASUS TERBARU DAN KORELASINYA DENGAN TEORI HUBUNGAN INTERNASIONAL

Konflik antara Hizbullah dan Israel telah berlangsung selama beberapa decade. Mulai dari tahun 1982, hingga saat ini tahun 2024 dan masih berlangsung. Kasus terbaru dari konflik Hizbullah-Israel ini adalah serangan 30 September di Lebanon Selatan yang menghancurkan infrastruktur militer Hizbullah dan menyebabkan hampir satu juta warga pergi mengungsi. Peristiwa ini terjadi setelah serangan udara yang menyebabkan tewasnya pimpinan Hizbullah, Hassan Nasrallah, dan menjadi serangan yang paling agresif setelah Perang Lebanon 2006 serta berpotensi memicu konflik regional yang lebih luas lagi. 

Dari kasus terbaru konflik ini, penulis menangkap beberapa poin yang berkaitan dengan teori-teori Ilmu Hubungan Internasional. Antara lain : 

  • Realisme

Teori Realisme secara luas menekankan bahwa tidak ada otoritas tertinggi di atas negara, dan bahwa dunia internasional itu bersifat anarkis. Dalam konteks konflik Hizbullah dan Israel ini, Teori Realisme membuktikan bahwa Israel memandang Hizbullah sebagai kelompok yang berbahaya dan mengancam wilayahnya. Maka, agar keamanan negaranya tidak terusik oleh Hizbullah, Israel memperkuat militernya dan bahkan melancarkan serangan ke wilayah Lebanon

 

  • Liberalisme

Bertolak belakang dengan Realisme, Teori Liberalisme mengedepankan rasionalitas manusia sebagai makhluk yang dapat memberikan solusi tanpa harus bertumpah darah. Dalam konteks ini, sayang sekali bahwa diplomasi antar dua negara ini yaitu Israel dan Lebanon, mengalami kegagalan. PBB telah membuat beberapa resolusi untuk mencapai gencatan senjata antara kedua negara ini. Namun, masih dipertanyakan apakah resolusi yang ditawarkan PBB ini akan berefek atau tidak.

  • Studi Keamanan

Sebagai cabang dari Ilmu Hubungan Internasional, Studi Keamanan mempelajari bagaimana agar suatu negara dapat menjaga keamanan negaranya sendiri dari gangguan eksternal. Studi Kemanan memahami bagaimana kedua negara mempertahankan masing-masing wilayahnya dan bagaimana mereka menjustifikasi tindakan-tindakan mereka sebagai bentuk pembelaan diri. Selain itu, ada istilah Deterrence yang selaras dengan Teori Realisme bahwa untuk bertahan di dunia internasional yang anarkis, maka setiap negara harus meningkatkan kekuatan militernya atau membentuk aliansi dengan negara kuat. Contoh nyata Deterrence ini adalah aliansi yang terbentuk antara Israel dengan Amerika Serikat. Penyerangan Israel terhadap Lebanon merupakan hasil pendanaan dari Amerika Serikat sehingga Israel dipermudah dalam mengeksekusi rencana penyerangannya.

Kesimpulannya, konflik Hizbullah-Israel sangat berkaitan dengan teori-teori Ilmu Hubungan Internasional yang bisa dikaji dari sudut pandang atau perspektif yang berbeda-beda. Baik itu dari perspektif seorang Realis yang dystopis dan apa adanya maupun dari perspektif seorang Liberalis yang utopis dan menginginkan perdamaian.

A moment of silence for those fallen souls in Palestine and Lebanon. 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline