Pada September lalu, Kementerian Perdagangan secara resmi menerbitkan Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 31 Tahun 2023 tentang Perizinan Berusaha, Periklanan, Pembinaan, dan Pengawasan Pelaku Usaha dalam Perdagangan Melalui Sistem Elektronik (PMSE). Permendag tersebut secara resmi melarang aplikasi sosial media dan sosial commerce TikTok Shop untuk melakukan transaksi keuangan dan penjualan secara elektronik sebagaimana selama ini mereka lakukan. Penutupan Olshop di aplikasi TikTok tersebut memantik reaksi beragam dari berbagai pihak termasuk dari kalangan masyarakat yang selama ini menjadikan aplikasi tersebut sebagai layanan jual beli mereka.
Sikap dan tindakan pemerintah tersebut ternyata hanya melarang TikTok untuk melakukan transaksi. namun disisi lain TikTok tetap diperbolehkan untuk melakukan aksi promosi. Pada awalnya, protes untuk menghentikan transaksi elektronik ini dilakukan oleh sekelompok pedagang yang merasa keberadaan Olshop menjadi ancaman bisnis dan transaksi mereka. Protes ini juga mendapatkan tantangan dari pengguna akun akun sosial media dan meminta pemerintah untuk melakukan kajian dan pendalaman terhadap dampak jika transaksi elektronik dibatalkan.
Akhirnya, pemerintah resmi mengambil langkah tegas dengan melarang social commerce Tiktok Shop untuk melakukan transaksi jual beli dan hanya diperbolehkan untuk mempromosikan produk. Dalam berbagai kesempatan rapat dengan mitra di Komisi VI DPR RI, saya beberapa kali menyampaikan pendapat dan dukungan terhadap langkah-langkah yang telah ditetapkan pemerintah tersebut. Langkah itu saya apresiasi karena memang sudah seharusnya dilakukan pengaturan transaksi social e-commerce di platform media sosial, seperti yang terjadi pada TikTok Shop. hal ini penting untuk menjaga persaingan yang sehat di pasar digital, yang saat ini semakin berkembang pesat.
Tentu saja kita semua harus memahami memberikan perlindungan kepentingan masyarakat pelaku usaha adalah langkah yang semestinya dilakukan guna menghindari kemungkinan monopoli pasar. Kebijakan ini harus diimplementasikan setelah kajian mendalam, agar tidak merugikan pihak-pihak yang sudah berjualan melalui social commerce.
Dalam konteks menjaga persaingan usaha untuk tetap sehat saya mencatat bahwa kemunculan Tiktok Shop bisa saja memberikan keuntungan yang tidak adil karena memiliki akses ke algoritma pengguna, yang memungkinkan mereka menargetkan iklan dengan lebih efektif.
Perlu kita garis bawahi bahwa langkah yang paling penting saat ini adalah menyusun aturan serta regulasi yang jelas di pasar digital, sebagaimana aturan yang berlaku di pasar konvensional. Kenapa hal ini penting ? jelas keberadaan aturan ini kelak akan membantu pelaku usaha dalam melakukan transaksi e-commerce dan social commerce secara efektif dalam era digital yang berkembang begitu cepat.
Semua pelaku usaha harus mengakui bahwa kemajuan teknologi yang pesat harus disertai dengan keberadaan regulasi yang tepat guna mengisi kekosongan aturan dan tata kelola yang baik. Sehingga pada gilirannya kelak keberadaan aturan itu akan mampu mengurangi pergeseran ekonomi yang merugikan segmen masyarakat tertentu.
Namun demikian, para pelaku usaha juga harus memahami bahwa pergeseran prilaku belanja masyarakat akan mengalami perubahan dari sistim konvensional ke sistim digital. Hal itu jelas tidak bisa dihalangi. Suka atau tidak, digitalisasi di semua sektor termasuk sektor UMKM akan menjadi hal yang harus dilakukan dan melibatkan semua pihak.
Oleh karena itu, Saya berharap, pemerintah akan melibatkan semua pemangku kepentingan dalam mengembangkan aturan yang seimbang dan mendukung pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan.
Berdasarkan data yang disampaikan kepada media, disebutkan bahwa aktifitas digital yang serba cepat telah mengubah kebiasaan masyarakat Indonesia mulai dari orang tua, millennial hingga generasi Z. Data yang disampaikan oleh www.DataIndonesia.id disebutkan bahwa 53,8% responden melakukan aktifitas belanja online karena lebih hemat waktu dan tenaga. Sebanyak 25,1% responden mengatakan lebih mudah membandingkan harga ketika berbelanja online.
Artinya angka ini membuktikan bahwa telah terjadi pergeseran yang siginifikan pada prilaku berbelanja warga masyarakat. Oleh karena itu tidaklah mengherankan saat ini maraknya aktifitas berjualan di media sosial kini telah mendisrupsi peran pasar di tengah kecanggihan teknologi dan cepatnya arus media sosial. Dan diprediksi kedepannya akan lebih masif sehingga menimbulkan satu fenomena baru yakni kegagapan pada penjualan konvensional.