Lihat ke Halaman Asli

Nevi Zuairina

Anggota DPR RI Fraksi Partai Keadilan Sejahtera

Menyoal Polemik Import KRL Bekas

Diperbarui: 2 April 2023   16:24

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Dokpri

Polemik terkait import Kereta Listrik Bekas dari Jepang kini memasuki babak baru. Meski telah mengantongi izin dari Direktorat Jenderal Perkeratapian Kementerian Perhubungan, namun realisasi dan pelaksanaan import KRL bekas dari Jepang guna menunjang kebutuhan sarana tranportasi publik itu masih terkendala saat ini karena belum adanya izin dari Kementerian Perdagangan dan Kementerian Perindustrian. Kedua lembaga negara tersebut belum juga menerbitkan izin import di Kementerian Perdagangan serat belum adanya rekomendasi teknis dari Kementerian Perindustrian.

Dalam Rapat Dengar Pendapat antara Komisi VI DPR RI dengan Kemendag pekan lalu kami di komisi mempertanyakan alasan penundaan pemberian izin tersebut. Hal ini berkaitan dengan nasib dan kenyamanan penumpang KRL di Jabodetabek yang menggantungkan sarana transportasi mereka dari KRL baik dari Bogor, Depok, Bekasi dan Tangerang menuju Jakarta.

Namun dibalik itu semua, ada hal yang jauh lebih krusial untuk kami pertanyakan kepada pemerintah yaitu kesanggupan BUMN kita dalam hal ini PT Industri Kereta Api (INKA) untuk mensupplay rangkaian kereta listrik guna memenuhi konsumsi dalam negeri.

Sungguh miris sekali jika INKA mampu memproduksi Gerbong KRL untuk diekspor ke Bangladesh, namun disisi lain untuk kebutuhan dalam negeri dan memberikan pelayanan kepada anak bangsa sendiri, INKA ternyata tidak mampu menyanggupinya.

Saya sendiri, dalam RDP tersebut bersuara keras dan mempertanyakan kesanggupan INKA untuk memproduksi kereta listrik karena selama ini kita rutin mengimpor terus KRL bekas dari Jepang.

Sejak tahun 2000, kita betah sekali mengimport gerbong KRL bekas dari Jepang. Sementara disisi lain kita memiliki BUMN yang bahkan mampu mensupplay kebutuhan barang yang sama untuk negara lain. Ini jelas paradoks karena kita ternyata tidak mendahulukan kepentingan anak bangsa dan rakyat sendiri.

Saya bahkan mendapatkan informasi bahwa Kementerian Perhubungan akan mengimpoirt berupa 120 unit KRL tipe E217 untuk kebutuhan 2023 dan 228 unit KRL dengan tipe yang sama untuk kebutuhan 2024. Seharusnya perusahaan sudah memahami tentang kebutuhan akan KRL setiap tahunnya. Saya mempertanyakan, pengadaan import ini juga bagian dari Milestone pengadaan KRL 2012 2026 atau kebutuhan yang tiba tiba?.

Import ratusan gerbong KRL bekas ini tentu berseberangan dengan berkomitmen PT KCI yang telah menyetujui pembelian rangkaian KRL baru buatan INKA senilai Rp 4 triliun. Kontrak itu sendiri telah diteken pada bulan Maret 2023 dan diharapkan produksinya akan dapat diselesaikan pada  2025-2026.

Saya berharap PT Kereta Api Indonesia/KAI (Persero) dan PT Kereta Commuter Indonesia/KCI untuk mendahulukan produksi industri kereta dalam negeri dan memperhatikan Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN) yang tinggi dalam menyediakan sarana transportasi masyarakat.

Polemik ini tentunya menjadi hal yang tidak bisa dibiarkan. Disisi lain ketersediaan sarana transportasi harus dipenuhi, namun disisi lain keterbatasan sumber daya juag harus disiasati. Sudah bukan hal yang baru jika kita saat ini mendengarkan kritik dan saran serta keluhan dari warga pengguna jasa KRL di Ibukota yang mengeluhkan minimnya ketersediaan KRL dari dan menuju Jakarta.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline