Lihat ke Halaman Asli

Penggerebekan, Penahanan, dan Eksekusi DN Aidit

Diperbarui: 11 September 2024   02:10

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS


Saat pemberontakan G30S/PKI, Suharto memerintahkan Kolonel Yasir Hadibroto, yang menjabat sebagai Komandan Brigade IV Infanteri, untuk menghadapi tiga batalyon di daerah Wonosobo yang menjadi sarang komunis. Tiba-tiba, Kolonel Yasir menerima panggilan telepon dari Soeharto:

"Yang memberontak sekarang ini adalah anak-anak PKI Madiun dulu. Sekarang selesaikan itu semua! DN Aidit berada di Jawa Tengah. Segera bawa pasukanmu ke sana," ujar Soeharto.

Pada pertemuan tersebut, yang berlangsung pada tanggal 2 Oktober 1965, para tentara telah mengejar anggota Partai Komunis Indonesia yang dituduh terlibat dalam Gerakan 30 September. Namun, DN Aidit, Ketua Central Komite PKI, menghilang. Kolonel Yasir membawa pasukannya ke Solo dan di sana ia bertemu Sri Harto, orang kepercayaan pimpinan PKI yang sedang berada di rumah tahanan. Sri Harto mengatakan bahwa DN Aidit saat ini berada di Kleco dan akan segera pindah ke sebuah rumah di desa Sambleng, di belakang Stasiun Balapan, pada 22 November.

Rencana pun disusun. Ternyata benar, sekitar pukul sebelas siang, Aidit berada di rumah tersebut, sedang menaiki vespa milik Sri Harto. Sekitar pukul sembilan, Letnan Ning Prayitno memimpin pasukan Brigade IV untuk menggerebek rumah milik bekas pegawai PJKA itu. Kolonel Yasir mengawasi dari jauh.

Saat penggerebekan, Prayitno mendapati DN Aidit ternyata bersembunyi di dalam lemari. "Mau apa kamu?" Aidit membentak Prayitno. Prayitno gentar pada awalnya, tapi segera menguasai keadaan dan membujuk Aidit untuk datang ke markas di daerah Loji Gandrung.

Pada malam harinya, Kolonel Yasir menginterogasi DN Aidit. Diberitakan bahwa Aidit membuat pengakuan tertulis sepanjang 50 halaman yang menyatakan bahwa dia bertanggung jawab atas peristiwa G30S. Sayangnya, Pangdam Diponegoro kemudian membakar semua dokumen tersebut. Namun, Risuke Hayasi, koresponden Asahi Evening News di Jakarta, berhasil mendapatkan bocoran pengakuan Aidit untuk korannya.

Menjelang dini hari, Kolonel Yasir kebingungan menentukan langkah selanjutnya. DN Aidit berkali-kali meminta untuk bertemu Presiden Soekarno, tetapi Kolonel Yasir tidak mau. Ia khawatir jika Aidit diserahkan kepada Bung Karno, fakta akan diputarbalikkan sehingga persoalannya akan menjadi lain.

Akhirnya, keesokan paginya, Kolonel Yasir membawa Aidit dari Solo menuju ke arah Barat dengan menggunakan tiga mobil jeep. Saat terang tanah, iring-iringan tersebut tiba di Boyolali. Tanpa sepengetahuan dua mobil jeep pertama, Kolonel Yasir membelokkan mobilnya masuk ke Markas Batalyon 444. Kolonel Yasir bertanya kepada Mayor Trisno, "Ada sumur?" Mayor Trisno menunjukkannya, dan di tepi sumur, Aidit diberikan kesempatan untuk mengucapkan kata-kata terakhir. Namun, Aidit malah berapi-api berpidato, yang membuat Kolonel Yasir dan anak buahnya marah. Akhirnya, terdengar tembakan: Dor! Dor! Dor! Dengan dada berlubang, tubuh gempal Aidit terjungkal ke dalam sumur. Kolonel Yasir menceritakan bagaimana Aidit tewas dengan diberondong senapan AK sampai habis satu magasin.

---

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline