Lihat ke Halaman Asli

Teuku Amnar Saputra

Guru BK dan DLB

Bagaimana cerita dapat menjadi terapi penyembuh ?

Diperbarui: 6 Januari 2025   16:32

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Gambar oleh Victoria dari Pixabay

Pernahkah kamu mendengar seseorang berkata, "Cerita ini menyelamatkan hidupku"? Kalimat ini bukan hanya ungkapan dramatis. Sebuah cerita, baik fiksi maupun kisah nyata, memiliki kekuatan luar biasa untuk menyentuh jiwa seseorang, membantu mereka memahami diri, dan bahkan menyembuhkan luka batin. Proses ini dikenal sebagai bibliotherapy, atau terapi melalui cerita.

Dalam sebuah cerita, seseorang sering menemukan refleksi dari perasaan dan pengalaman mereka. Misalnya, seorang remaja yang merasa tidak dimengerti oleh keluarganya mungkin membaca novel tentang tokoh dengan perasaan serupa. Saat cerita tersebut berkembang, sang tokoh utama menemukan cara untuk berdamai dengan dirinya sendiri atau keluarganya. Hal ini bisa menjadi pemandu bagi si pembaca untuk menemukan solusi serupa dalam kehidupannya. Ketika seseorang melihat bahwa ada jalan keluar bagi tokoh fiksi, ia mungkin mulai percaya bahwa ia juga dapat menemukan jalan keluar bagi masalahnya sendiri.

Cerita juga memberikan ruang aman bagi seseorang untuk merasakan dan mengolah emosi. Ada banyak orang yang sulit mengungkapkan perasaan mereka secara langsung, tetapi ketika membaca atau mendengar sebuah cerita, mereka bisa menangis, tertawa, atau marah tanpa merasa dihakimi. Emosi yang selama ini terpendam bisa keluar perlahan-lahan, seperti embun yang menguap di pagi hari.

Sebagai contoh, bayangkan seorang anak kecil yang kehilangan orang tuanya. Ia merasa kesepian dan sulit mengungkapkan perasaannya kepada orang lain. Lalu, ia membaca buku tentang seekor burung kecil yang kehilangan sarangnya karena badai, tetapi akhirnya menemukan tempat baru dan membangun kehidupan baru. Dalam cerita ini, anak tersebut mungkin tidak hanya menemukan hiburan, tetapi juga keberanian untuk menghadapi hidup. Ia belajar bahwa kehilangan bukanlah akhir dari segalanya, dan masih ada harapan di masa depan.

Selain itu, cerita sering kali menjadi alat untuk membangun empati. Ketika seseorang membaca atau mendengar kisah tentang orang lain yang menjalani kehidupan yang sama sekali berbeda, ia dapat mulai memahami perspektif dan perasaan orang tersebut. Ini membantu seseorang keluar dari kungkungan pikirannya sendiri, melihat dunia dari sudut pandang baru, dan menemukan cara-cara baru untuk menghadapi tantangan.

Namun, kekuatan penyembuhan cerita tidak hanya datang dari membaca. Menulis cerita juga dapat menjadi terapi. Ketika seseorang menuangkan pikirannya ke dalam sebuah narasi, ia secara tidak langsung menguraikan kekusutan emosi di dalam dirinya. Proses ini seperti mengeluarkan duri yang tertancap di dalam hati -- terasa menyakitkan pada awalnya, tetapi membawa kelegaan setelahnya.

Cerita, baik yang dibaca, didengar, maupun ditulis, adalah cermin yang membantu seseorang memahami siapa dirinya dan apa yang sedang ia hadapi. Dalam cerita, ada keajaiban yang bisa membangkitkan harapan, menyembuhkan luka, dan membimbing seseorang menuju kedamaian. Jadi, jika kamu merasa dunia terlalu berat untuk ditanggung, carilah cerita. Entah itu dalam buku, film, atau bahkan dongeng sederhana. Karena, di dalamnya, mungkin kamu akan menemukan bagian dirimu yang selama ini hilang.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline