Lihat ke Halaman Asli

Teuku Amnar Saputra

Guru BK dan DLB

Hukuman untuk 300T, Bagaimana yang Benar?

Diperbarui: 30 Desember 2024   23:11

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Gambar oleh Ryan McGuire dari Pixabay

Bayangkan sebuah angka yang bernilai 300 triliun. Angka yang begitu besar hingga sulit untuk membayangkannya dalam wujud nyata. Jika uang sebanyak itu digunakan untuk kepentingan publik, ia bisa membangun ratusan rumah sakit, jutaan buku pelajaran untuk anak-anak di pelosok, atau mengaspal ribuan kilometer jalan yang menghubungkan desa-desa terpencil. Namun, ketika angka sebesar itu justru masuk ke kantong segelintir orang melalui korupsi, itu bukan hanya sekadar angka. Itu adalah luka bagi sebuah bangsa.

Ketika berita tentang dugaan korupsi 300 triliun mencuat, hati rakyat bergetar---bukan karena jumlahnya saja, tetapi karena dampaknya. Berapa banyak anak yang tidak bisa sekolah? Berapa banyak pasien yang mati karena tidak ada fasilitas kesehatan memadai? Berapa lama lagi kita harus bersabar dengan jalan-jalan rusak dan kemiskinan yang tak kunjung selesai?

Di sinilah hukum seharusnya berdiri kokoh. Hukum bukan hanya sekadar teks dalam kitab undang-undang. Ia adalah benteng terakhir untuk menegakkan keadilan, menjaga moralitas bangsa, dan melindungi hak-hak mereka yang tak bersuara. Untuk kasus sebesar ini, hukum tidak boleh berkompromi.

Seharusnya, pelaku korupsi 300 triliun tidak hanya diperlakukan sebagai pencuri biasa. Mereka adalah perampok masa depan. Hukuman untuk mereka harus lebih dari sekadar hukuman penjara. Bayangkan hidup di balik jeruji besi, tetapi tetap menikmati hasil kejahatan di luar sana. Tidak adil, bukan? Hukum harus menuntut lebih. Aset para pelaku harus disita, hingga tidak ada satu rupiah pun yang tersisa untuk mereka nikmati.

Tentu saja, ada suara-suara yang bertanya, "Apakah hukuman berat bisa menyelesaikan semuanya?" Tidak sepenuhnya, tetapi itu langkah awal yang penting. Hukuman tegas memberikan pesan kepada siapa pun yang berniat mencuri uang negara: tidak ada tempat untuk lari. Hukum adalah pedang yang tidak pandang bulu.

Namun, perjuangan melawan korupsi tidak hanya soal menghukum. Ada pekerjaan rumah yang lebih besar: menghilangkan celah yang memungkinkan korupsi terjadi. Sistem yang transparan, lembaga hukum yang bersih, dan pengawasan masyarakat yang kuat adalah kunci. Kita tidak bisa hanya marah saat angka seperti 300 triliun muncul. Kita harus waspada sejak awal, sejak rupiah pertama dicuri.

Dan mari kita jujur, korupsi sebesar itu tidak mungkin dilakukan sendiri. Pasti ada jaringan, tangan-tangan yang membantu, bahkan mungkin orang-orang yang harusnya menegakkan hukum. Maka, tugas kita lebih dari sekadar menghukum pelaku utama. Kita harus membongkar semua yang terlibat, siapa pun mereka, apa pun jabatannya.

Akhirnya, cerita ini bukan hanya tentang 300 triliun. Ini adalah cerminan kita sebagai bangsa. Apakah kita rela membiarkan kejahatan sebesar ini berlalu begitu saja? Apakah kita akan diam ketika masa depan anak-anak kita dicuri?

Hukum harus berbicara. Bukan dengan kata-kata, tetapi dengan tindakan nyata. Karena setiap rupiah yang dicuri adalah harapan yang dirampas. Dan sebagai bangsa, kita tidak boleh kehilangan harapan itu.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline