Program Makan Bergizi Gratis (MBG) yang diinisiasi Presiden Prabowo Subianto sudah bergulir pada 6 Januari 2025. Secara bertahap program ini berjalan di sejumlah kota/kabupaten di 26 provinsi. Sasarannya, para pelajar (santri, siswa PAUD, TK, SD, SMP, SMA), anak balita, ibu hamil dan ibu menyusui.
Sejatinya, program makan bergizi gratis ini, bukan baru-baru ini saja bergulir. Sudah ada sejak zaman Hindia Belanda pada awal 1800-an. Program ini terus berlanjut hingga Indonesia merdeka dan Indonesia berganti presiden.
Jadi, program makan bergizi gratis ini bukan sesuatu yang baru di Indonesia. Setidaknya, begitu terungkap dalam Naskah Sumber Arsip tentang makan sehat bergizi gratis, penanganan stunting, dan swasembada pangan yang dirilis Arsip Nasional Republik Indonesia (ANRI), Jumat 17 Januari 2025.
Naskah sumber arsip tentang makan sehat bergizi tersebut dikupas dalam talkshow bertajuk "Ekspose Naskah Sumber Arsip Makan Bergizi Gratis dari Masa Hindia Belanda hingga Republik, Penanganan Stunting dan Kemandirian Pangan", di gedung ANRI Jakarta.
Plt Kepala ANRI Imam Gunarto mengatakan, naskah sumber ini disusun sebagai dukungan aktif ANRI terhadap Program Asta Cita yang dicanangkan Presiden Prabowo dan mendukung Program 100 Hari Kabinet Merah Putih.
Dengan harapan, agar program MBG ini berjalan seperti yang diharapkan. Jika ada yang kurang dari program ini bisa diperbaiki dengan mengadopsi program sejenis di masa lalu. Atau setidaknya menelusuri dan mempelajari arsip tersebut untuk menambah khazanah.
Karena itu, ANRI siap berkolaborasi dengan berbagai kementerian dan lembaga (K/L) terkait dalam upaya menyempurnakan pengarsipan program tersebut.
Arsip yang digunakan dalam naskah sumber ini berasal dari khazanah arsip yang tersimpan di ANRI. Ada dua format, yaitu dalam bentuk konvensional (kertas) dan audio visual (foto).
Imam menjelaskan ada perbedaan dengan program yang dijalankan Presiden Prabowo Subianto dengan zaman baheula. Pada zaman Belanda, waktu daerah-daerah terkena busung lapar, Pemerintah Belanda memberikan makan gratis dan susu gratis untuk mengatasi busung lapar.
Jadi, kebijakan yang diambil Pemerintah Belanda sangat kontekstual. Tidak diberikan kepada daerah yang kaya, yang gizinya sudah cukup. Kebijakan itu hanya diberikan kepada daerah miskin.