Lihat ke Halaman Asli

Pertemuan Bersejarah

Diperbarui: 28 Januari 2023   07:12

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

"Kamu masih jadi pemuja dunia, Nuy?"

Pertanyaan itu tetiba muncul dari kawanku yang baru bersua lagi setelah belasan tahun tak pernah berjumpa. Tentu saja aku tak langsung menjawab. Kuamati dulu tatap mata wanita cantik yang dulu pernah menjadi sahabat saat masih SMA. Saat itu kami selalu duduk sebangku, berbagi suka duka, berbagi makanan, bahkan berbagi cerita rahasia.

Kini sahabatku itu mengenakan pakaian tertutup. Membuat tampilannya makin cantik dan anggun. Aku sangat menyukai kepribadiannya yang supel, ramah, dan berlapang dada. Jauh dari tuturan yang nyinyir dan menyakiti.

Karena itulah saat telingaku mendengar pertanyaan dari mulutnya, sepertinya seluruh saraf yang terkumpul dalam tubuh ikut bereaksi. Bagian-bagian tubuhku merespons pertanyaan ini dengan cepat. Dahi mengernyit. Mata melirik agak menyipit. Bunyi desis keluar dari pangkal lidah. Bahu bergedik. Bahkan bibir berubah bentuk tak lagi dalam posisi sejajar. Ujung lidah sedikit menjulur keluar agak menyamping.

"Maksudnya?"

Hanya itu yang bisa kukemukakan. Menjawab tanya dengan pertanyaan lagi. Aku ingin Sheena menjelaskan lebih dulu maksud pertanyaannya.

"Kulihat kamu menghabiskan waktu buat bisnis online. Terus-terusan dikendalikan urusan dunia. Tiada henti dengan kesibukan ini itu. Apa kamu enggak lupa menyisihkan waktu buat diri sendiri dan melaksanakan perintah-Nya?"

Pertanyaan macam apa ini, ya? Sekilas seperti sebuah pertanyaan berkualitas HOT's alias High Order Thinking Skill yang biasa kususun untuk membangkitkan kualitas berpikir kritis siswa. Dengan pertanyaan HOT's, diharapkan siswa memiliki kemampuan memecahkan masalah, berpikir kreatif, berpikir kritis, berargumen, serta mengambil keputusan.

Namun jika dikaji lagi, pertanyaan ini sepertinya dibangun dengan nada khas. Didalamnya terdapat unsur rasa ingin tahu bernuansa ironisme. Mengundang reaksi kritis namun berbalut sikap sinis.

Aku terhenyak dengan pemikiranku. Jangan-jangan aku suuzon. Pasang tameng sebelum tubuh memar terkena pukulan. Hingga akhirnya melahirkan pikiran jelek. Lagi pula, bukankah Sheena pun seorang wanita karier? Dia karyawan yang memiliki kedudukan keren di usianya. Sering keluar kota meninggalkan keluarga. Sementara pekerjanku menuntutku untuk standby di rumah. Pertanyaan itu sepertinya salah arah. Bukan untukku melainkan untuknya.

"Mana yang harus kujawab lebih dulu? Pertanyaan kesatu atau pertanyaan berikutnya?"

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline