Bagaimana hasil belajar anak saya, Bu? Peringkat berapa? Apakah masuk sepuluh besar? Karena di sekolah sebelumnya anak saya selalu masuk lima besar. Boleh saya tahu lebih awal, anak saya peringkat keberapa?
Pertanyaan klise yang selalu mewarnai hari menjelang pembagian rapor itu kembali terulang dan selalu berulang. Keingintahuan orang tua dalam grup yang saya buat setiap kali menjadi wali kelas, terus berlanjut. Dari tahun ke tahun, pertanyaan itu tidak pernah hilang. Mengetahui keberhasilan anak melalui 'peringkat' masih melekat dalam pikiran orang tua.
Sepertinya, masih banyak orang tua yang memandang keberhasilan akhir dari kegiatan pembelajaran hanya dari segi peringkat. Kebanggan hanya menjadi milik orang tua yang anaknya masuk lima atau sepuluh besar di kelas. Pikiran ini berbanding lurus dengan kekecewaan orang tua manakala anaknya mendapat peringkat yang jauh dari harapan.
Padahal, standar kesuksesan itu tidak dapat dipandang dari satu sisi. Sukses itu harus dimaknai dengan benar dan dilihat dari berbagai sudut. Artinya, siapa pun tidak bisa men-judge anak sebagai siswa gagal hanya karena tidak mendapat peringkat bagus.
Sesuai pendapat Nana Sudjana (1989: 5), belajar merupakan suatu proses yang ditandai dengan adanya perubahan pada diri seseorang. Perubahan sebagai hasil proses belajar mengajar tersebut dapat ditunjukkan dalam berbagai bentuk seperti perubahan pengetahuan, pemahaman, sikap dan tingkah laku, keterampilan, kecakapan, kebiasaan, serta perubahan aspek-aspek lain yang ada pada individu yang belajar.
Pendapat ini memiliki makna bahwa belajar merupakan proses perubahan tingkah laku pada seseorang. Bisa jadi, tadinya tidak tahu menjadi tahu, dari tidak memiliki keterampilan menjadi memiliki keterampilan, dan yang asalnya tidak bisa mengerjakan sesuatu menjadi bisa.
Saya pernah memiliki siswa yang kelewat percaya diri. Sebut saja Kenanga (sebab kalau Mawar cenderung masuk ranah kriminal atau cerita menyedihkan, ups!). Di kelas, anak ini sangat mandiri. Dia tidak pernah ikut ngobrol atau bercanda dengan temannya.
Dia juga tidak suka bekerja kelompok. Nilai pengetahuannya selalu di atas rata-rata. Namun nilai sikap yang menyangkut kerja sama, tanggung jawab, menghargai pendapat orang lain, jelas masih jauh dari harapan. Teman-temannya pun tidak ada yang mau mendekat karena sikapnya yang agak angkuh dan sering menyepelekan pendapat orang lain.
Jika hanya melihat perolehan angka nilai pengetahuan, anak ini lebih unggul dibandingkan teman-temannya. Tetapi belajar bukanlah semata-mata mengejar angka, tetapi harus berhasil juga menjadi pribadi yang membuat orang lain nyaman berada di dekatnya.