Lihat ke Halaman Asli

Membela KPK, Karena Itulah Hak Kita

Diperbarui: 12 November 2017   16:35

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

suara.com

KPK merupakan lembaga independen yang ada dengan tugas untuk mengungkap menangani kasus-kasus korupsi yang ada di Indonesia. Ibarat ada semut ada gula, KPK hadir bukan tanpa alasan. Sudah menjadi rahasia umum korupsi telah menjadi permasalah yang begitu mengakar di negara kita, oleh karenanya terbentuklah KPK untuk menanganinya. Bukan sia-sia, sejak didirikannya tahun 2003 hingga saat ini KPK telah membuktikan kinerjanya. 

KPK telah berhasil mengungkap tindakan korupsi yang berada di pemerintahan pusat maupaun daerah. Dari pejabat desa hingga pejabat yang berkedudukan di ibu kota tak lekang dari pantauan KPK. Tercatat sudah ratusan kasus korupsi terungkap dan beberapa kasus korupsi digagalkan oleh KPK sendiri. Dengan prestasi tersebut, tak heran jika KPK telah mendapat tempat dihati masyarakat Indonesia.

Namun ibarat sebuah pepatah, kebaikan memang berat untuk dijalankan. Upaya KPK untuk meniadakan korupsi yang seolah sudah menjadi budaya di Indonesia menemui begitu banyak persoalan dan tantangan. Meskipun banyak pihak yang mendukung keberadaan KPK, namun tak sedikit juga pihak yang begitu menolak keberadaan KPK termasuk diantaranya para dewan yang semestinya berada disisi rakyat. 

Secara logika, mereka yang menentang keberadaan KPK adalah oknum-oknum yang mungkin terlibat dalam beberapa permasalahan korupsi yang ada, sehingga sangat terasa terusik dengan keberadaan KPK, namun semua menjadi bias karena adanya praduga tak bersalah. Dengan segala kewenangan dan jabatan yang mereka punya, mereka pun bekerja sama untuk terus berupaya dengan segala cara untuk melemahkan dan melumpuhkan KPK yang memang menjadi ancaman bagi mereka. Tercatat ada beberapa kali upaya-upaya yang dilakukan oleh pihak-pihak tersebut untuk melemahkan KPK.

Beberapa waktu lalu muncul pendapat yang begitu mencibir keberadaan KPK. Pendapat yang disampaikan oleh salah seorang "wakil rakyat" tersebut menyebutkan bahwa keberadaan KPK justru menjadikan korupsi kian merajarela. Hal tersebut menjadi bahan tertawaan masyarakat karena memang begitu tak dapat diterima akal sehat. Analoginya adalah, ketika dirumah kita terdapat sarang tikus yang dihuni oleh begitu banyak tikus, dan hadir seekor kucing. Kucing tersebut berupaya untuk membasmi tikus-tikus tersebut. Tikus tikus yang semula bersembunyi disarangnya kemudian menjadi kalang kabut dan keluar dari sarang untuk mencari perlindungan. Begitulah kiranya gambaran KPK sebagi kucing dan tikus-tikus atau para koruptor yang ada di negara kita

Dari beberapa upaya pelemahan terhadap keberadaan KPK, yang paling menonjol diantaranya adalah pengajuan permohonan uji materil UU KPK ke Mahkamah Konstitusi, yang secara tidak langsung berupaya untuk memangkas kewenangan yang dimiliki oleh KPK. Selain itu, kinerja KPK juga pernah terhambat karena ditahannya pencairan anggaran untuk mereka. Pada tahun 2013 lalu rencana pendirian gedung baru KPK terhambat karena tidak cairnya dana yang tentunya didalangi oleh "mereka" sang pembenci KPK. 

Tidak hanya sampai disitu, upaya lain untuk melemahkan KPK juga dilakukan dengan cara permohonan praperadilan. Upaya tersebut dimaksudkan untuk menghambat atau bahkan menggagalkan penyidikan yang dilakukan olek KPK pada beberapa kasus korupsi yang ada. Melalui Putusan Praperadilan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, setidaknya dua kasus korupsi lepas dari penanganan KPK. Dua kasus korupsi tersebut melibatkan petinggi kepolisian dan mantan Kepala Perpajakan.

Upaya lain yang menjadi kegiatan rutin yang dilakukan untuk melemahkan KPK adalah dengan cara melakukan Revisi Undang-undang Nomor 30 Tahun 2002. Upaya tersebut dipelopori oleh sejumlah parpol dalam DPR. Meskipun secara bahasa, istilah revisi adalah untuk memperbaiki regulasi sebelumnya, namun revisi dalam konteks ini sangatlah bertolak belakang dengan yang seharusnya. Revisi ini bertujuan untuk melemahkan dan melumpuhkan kewenangan KPK dalam memberantas kasus korupsi di Indonesia. Kendati usaha tersebut mendapat tentangan keras dari publik, namun nyatanya usaha tersebut tetap selalu diupayakan dan di gembor-gemborkan oleh mereka sang pemangku kekuasaan.

Kasus lain yang berkaitan dengan upaya pelemahan KPK adalah yang saat ini masih menjadi perbincangan besar disemua kalangan. Tindakan teror yang ditujukan kepada para petugas KPK menjadi hal yang paling dikutuk oleh masyarakat Indonesia kepada mereka yang melakukannya. Yang paling ekstreem adalah peristiwa penyiraman air keras terhadap penyidik senior KPK, Novel Baswedan. 

Hal tersebut terjadi ditengah tugasnya yakni penyidikan terhadap kasus mega korupsi E-KTP yang dilakukan secara berjamaah oleh beberapa oknum di pemerintahan. Novel Baswedan yang pagi itu baru selesai menunaikan ibadah solat subuh di masjid sekitar rumahnya, disiram air keras oleh orang tak dikenal. Akibat dari kejadian itu, ia menderita luka yang cukup parah di penglihatannya. Ia juga harus menjalani pengobatan dalam waktu yang cukup lama. Tentunya itu menghambat upaya penyidikan kasus E-KTP yang saat itu sangat digencarkan.

Hingga saat ini, terhitung sudah 7 bulan berlalu kasus penyiraman air keras tersebut belum menemui titik terang. Padahal dengan segala kemampuan yang dimiliki oleh pihak kepolisian bukan tidak mungkin kasus tersebut dapat terungkap secara singkat. Hal ini menimbulkan spekulasi masyarkat dan beberapa pihak terhadap elektabilitas kepolisian. Muncul dugaan bahwa ada tangan besar yang terdapat dalam internal kepolisian yang dengan sengaja menghambat pengungkapan kasus penyiraman Novel Baswedan. 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline