Lihat ke Halaman Asli

Okti Li

TERVERIFIKASI

Ibu rumah tangga suka menulis dan membaca.

Perjalanan Tidak Terlupakan, "Upgrade" Diri Seorang TKI bersama Kompasiana

Diperbarui: 22 November 2017   04:39

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Komputer jinjing dan blackberry kenangan dari Kompasiana yang sampai saat ini masih saya pakai untuk menulis dan bekerja. Dok. Pribadi

Kompasiana ibarat sekolah menulis bagi saya. Bermodalkan "beasiswa" internet rumah dari majikan saat bekerja di Taiwan, saya mulai belajar menulis menduduki bangku kelas anak bawang.

Tidak ada guru yang mengajari saya langsung kecuali komentar dan kritikan di kolom komentar tulisan, yang selalu saya terima dengan lapang dada dan menjadikannya sebagai bahan evaluasi pembelajaran diri untuk selanjutnya bisa menulis lebih baik lagi.

Modal "sekolah" saya di Kompasiana bertambah ketika rezeki tidak terduga itu kembali menghampiri. Kali ini berupa komputer jinjing dan ponsel blackberry. Belum lagi rezeki berikutnya ponsel CDMA, sejumlah uang cash sampai voucher dan wisata perjalanan yang terbilang mewah untuk ukuran saya. Pelajaran keripik (baca keritik) pedas dari berbagai komentar dan saran selama berinteraksi di Kompasiana mengantarkan saya dapat meraih hadiah dari beberapa lomba. Alhamdulillah sampai sekarang sebagian masih saya pakai dan sebagian (semoga) menjadi pahala karena saya memberikannya kepada orang yang lebih membutuhkan.

Bagaimana perjalanan seorang TKW memulai passionnya di dunia tulis menulis dari nol hingga berhasil? Meski berhasil itu relatif, namun bayarannya untuk satu artikel dihargai sebesar satu bulan gaji PNS golongan 3b itu sudah jadi pencapaian yang luar biasa, bukan?

Itu kenyataan, bukan fiksi. Setelah sekian lama saya "bersekolah" menulis di Kompasiana akhirnya nasib baik tulisan saya sampai juga di nilai maksimal keberhasilannya. Meski sekali lagi, keberhasilan itu relatif. Besar bagi saya belum tentu bagi yang lain.

Sepulangnya ke kampung halaman "sekolah" menulis di Kompasiana terus saya lanjutkan. Meski setelah di Indonesia saya merasa jadi murid yang berhak mendapat KIP (Keringanan Intip Pelajaran) karena termasuk murid yang "tidak mampu" membuka akun Kompasiana meski berapapun kuota internet yang saya beli tetap akses ke Kompasiana sulitnya bukan main. Bagai murid kelas jauh yang tidak mampu menjangkau bangunan sekolah saya hanya bisa belajar sambil meraba-raba.

Tidak ingin dianggap sebagai murid dengan sistem belajar kelas jarak jauh maka setiap kali ada acara Kompasiana saya berusaha untuk daftar, hadir dan mengikuti. Absensi saya kembali biru setelah sekian lama merah karena banyak alpha-nya.

Selama berinteraksi dengan Kompasiana dan Kompasianer (para penulis di Kompasiana) teramat banyak pelajaran hidup yang bisa saya serap. Pelajaran kehidupan yang teramat mahal dan berharga karena meski saya sekolah atau kuliah di bangku mana pun, pelajaran hidup itu belum tentu saya dapatkan.

Jika saat ini saya bisa percaya diri memasuki dunia blogging semua itu semata-mata karena hasil gemblengan yang saya dapat selama ini dari Kompasiana. Bisa dibilang karena jasa Kompasiana lah saya yang hanya seorang wanita desa, seorang TKW tapi akhirnya (saya akui) mampu mengupgrade diri untuk lebih baik dan lebih bersemangat dalam meraih impian dan prestasi.

Selayaknya pihak yang telah berjasa pada kehidupan seseorang maka semua kebaikan dan fasilitas yang diberikan  Kompasiana khususnya kepada saya, akan terkenang sepanjang masa. Kenangan abadi yang tidak mungkin saya lupa. Bagaimana perjuangan belajar menulis bersama Kompasiana dari nol hingga kini menjadi Kompasianer yang penuh percaya diri.

Begini Cara Kompasianer Cianjur Mantan TKW Meng-upgrade Diri

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline