Lihat ke Halaman Asli

Okti Li

TERVERIFIKASI

Ibu rumah tangga suka menulis dan membaca.

Mayday 2016: Penuhi 12 Tuntutan Jaringan Buruh Migran Jika Negara Melindungi Buruhnya

Diperbarui: 7 Mei 2016   00:35

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

May Day atau Hari Buruh menjadi hari besar untuk saya, tidak saat saya menjadi buruh migran di luar negeri selama belasan tahun, tetapi juga hingga saat ini ketika saya sudah pulang kampung dan menjadi bagian dari KAMI (Keluarga Buruh Migran), TKI Purna dan Jaringan Buruh Migran (JBM).

Anak dan suami ikut aksi May Day 2016 demi memperjuangkan nasib buruh. Dokpri

Jaringan Buruh Migran adalah gabungan dari sedikitnya 27 organisasi yang terdiri dari serikat buruh migran dalam dan luar negeri, serikat buruh, LSM, dan pemerhati masalah buruh migran, yang di Hari Buruh Internasional 2016 mempertanyakan dimana peran negara dalam perlindungan buruh migran Indonesia.

"Orang-orang yang bekerja ke luar negeri itu pada hakekatnya karena ingin kehidupannya dan keluarganya menjadi lebih baik. Oleh karena itu, negara dalam hal ini pemerintah harus nyata kehadirannya dalam melindungi dan memfasilitasi mereka agar mendapatkan tujuan kesejahteraan di atas"  Demikian kata Menaker Hanif Dakhiri.

Lalu dimana posisi negara disaat sekian banyak teman-teman yang masih berprofesi sebagai buruh migran di luar negeri mempunyai masalah? Apa ada peran nyata negara? Jika ada kenapa masih banyak para pekerja migran yang kabur atau mencari jalan sendiri demi bisa keluar dari jeratan serta kekangan yang tidak berpihak kepada kaum buruh ini?

Pernyataan Menaker kabinet Jokowi itu seharusnya dilakukan oleh Pemerintah, yaitu melindungi warga negaranya. Sayangnya pernyataan ini belum tertuang pada kebijakan yang melindungi buruh migran.

mayday1-572cd1eaee9673ff04d1ce00.jpg

Bersama Presiden Perdamaian. Dokpri

Kasus buruh migran lima tahun terakhir sebanyak 24.972 kasus dan BNP2TKI mengklaim berhasil menyelesaikannya sebanyak 75,14%  dari total pengaduan kasus TKI. Kasus yang terinvetaris adalah yang melapor. Masih banyak buruh migran yang tidak melaporkan kasusnya. Data dari Kementerian Luar Negeri menyebutkan bahwa dari tahun 2011 hingga 2015, terjadi kenaikan kasus perdagangan manusia, deportasi maupun ABK baik prosedural maupun non prosedural yang mencapai 52,5%. Jika benar negara melindungi tentunya kasus kaum buruh ini tidak membengkak.

Persoalan kekerasan dan pelanggaran pekerja migran telah berlangsung secara sistematis dan struktural, hingga penyelesaiannya pun berbelit-belit. Itu saya alami sendiri ketika bekerja di Singapura, Hong Kong dan Taiwan. Saya bisa menyelesaikan masalah bukan atas bantuan pihak pemerintah Indonesia, tetapi atas bantuan organisasi dan bantuan dari pemerintah setempat, tempat saya bekerja.

Meskipun pemerintah Jokowi-JK telah memberikan berbagai perbaikan untuk pekerja migran Indonesia seperti meratifikasi Konvensi PBB 1990 di tahun 2012. Namun hingga saat ini implementasi Konvensi tersbebut masih lemah. Harmoninasi ke dalam kebijakan nasional terkait buruh migran belum dilakukan.

Tahun 2016 adalah tahun penentu nasib pekerja migran Indonesia, Pertama, Revisi UU 39 tahun 2004 sedang berlangsung dimana DPR dan Pemerintah sedang membahas revisi tersebut. Proses ini akan sangat tergantung dengan apakah pengambil kebijakan baik pemerintah maupun DPR benar-benar akan melindungi buruh migran sesuai dengan semangat konvensi PBB tahun 1990 atau hanya pencitraan belaka.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline