Lihat ke Halaman Asli

Okti Li

TERVERIFIKASI

Ibu rumah tangga suka menulis dan membaca.

Truly Asia Part 2: Seharusnya Diusung Indonesia dengan Keanekaragaman Budaya dan Seni Kulinernya

Diperbarui: 26 Juni 2015   03:07

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Hi, ketemu lagi di bincang sambil puasa hari ini.

Oke! Kembali lagi pada iklan tv yang wara-wiri di layar kaca kemarin, lagi-lagi aku harus merasa kecewa dan menghela nafas. Tak berhak menyalahkan siapa-siapa memang karena tidak tahu pula semua itu salah siapa. Jadi buatku ini hanya sebagai bahan renungan saja.

Membicarakan pariwisata Indonesia (selain Pulau Bali) apakah dikenal di luar negeri atau tidak itu membuatku senyum miris. Seringkali melihat di stasiun televisi baik di Travel Channnel maupun channel lainnya sebuah acara liputan (atau promosi) pariwisiata suatu negara (jelas bukan Indonesia) tampak keren dan menakjubkan. Saya gemas sendiri menyaksikannya!

Bayangkan, negara Vietnam yang kita tahu bagaimana kondisinya (bahkan warganya juga banyak yang merantau mengadu nasib ke Taiwan seperi halnya WNI yang menjadi TKI) diliput segitu eloknya. Kuliner khas negara itu dikupas habis sampai penjual mie rebus berlapak kali lima di pinggir jalan saja diulas segitu dahsyatnya!

Ada juga liputan dari Thailand, jajan pasarnya dicicipi dan dipuji-puji setinggi langit. Padahal itu cemilan gak jauh beda dari makanan "orang biasa" di Indonesia: bakwan!

Tak kalah gaya, dari tetangga Malaysia mengulas dan menceritakan dengan sempurna tentang warganya yang berprofesi sebagai pengrajin gerabah dan ukiran.

Alahmak! Padahal bukankah dari semua yang tergambar itu kita juga memiliki semuanya? Malah jauh lebih berseni dan bagus! Makanannya lebih enak dan bervariasi, kerajinannya lebih unik dan berbahan khas alami. Kurang apa? Tapi mengapa tidak (atau semoga belum) ada yang mau mengemasnya dengan sebaik mungkin? Walau tak seindah buatan Travel Channel, tak sebagus dan sekeren hasil karya TLC, Netgeo Adventure, dll tapi paling tidak cobalah ada publikasinya ke dunia luar. Bukan hanya publikasi berita para koruptor saja.

Sayang banget aku hanya seorang buruh, bukan orang media yang ahli dalam membuat fitur-fitur acara kuliner dan pariwisata keren (walau keinginan dan mimpi ke sana itu aku punya).

Kembali ke masalah pariwisata dan kuliner Indonesia tadi. Kerap kali aku bemimpi dan berangan-angan andai saja kawan-kawan di dunia pertelevisian Indonesia bisa mengemas acara/liputan kuliner dan pariwisata sekeren acaranya Samantha Brown, Ian Wright, Lonely Planet, Natgeo Adventure, dan entah apalagi nama-nama linnya (yang ada itu aja dapat nyontek, heheh). Lalu ulasan kulinernya dari orang-orang yang termasuk pakar dan ahli (pokoknya KOMPETEN banget) sekaliber Anthony Boudain, Jamie Oliver, Vir Sangvy, Andrew Zimmern, dll. Wah, alangkah bahagianya. Selain itu industri pertelevisian negara kita juga bisa menjual modul-modul atau hasil dari liputan itu ke tv kabel mana saja, kan?

Memang ada juga televisi lokal di tanah air yang sudah merintis membuat liputan seperti itu, tentang lokasi wisata, jajanan pasar/kuliner suatu daerah. Tapi rasanya semuanya belum greget dan nendang. Maaf kalau ada pihak yang tersinggung, maklum saja ini hanya impian seorang buruh migran, bukan pakar. Semoga kedepannya lebih baik dan berkualitas, bukan hanya dari seni atau teknik liputannya saja, tapi terlebih sesuai dengan kondisi yang dilipit itu sendiri. Hingga jika suatu saat orang luar tertarik dan mencoba (menunjungi) dapat membuktikannya.

Jika Taiwan punya cen chu nai cha (bubble tea), kita di tanah air juga punya es cendol yang kalau kita variasi dan modifikasi pasti kualitasnya tak akan kalah, iya kan?

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline