Kami, aku dan para penyuluh dari Badan Narkotika Nasional Kabupaten (BNNK) Cianjur sangat terkejut. Sempat melongo dan mengerutkan alis sebelum kemudian tersadar dan segera mencoba menguasai keadaan.
[caption id="attachment_305465" align="aligncenter" width="300" caption="Dok. Pribadi"][/caption]
"Bagaimana De, coba ulangi sekali lagi?" Pintaku supaya lebih jelas. Takut aku salah dengar dan atau salah informasi.
"Iya, Bu. Usianya masih SD. Sepupu saya itu sudah kecanduan ganja. Bagaimana ya kalau mau merehabilitasinya?" Ucapan anak SMP itu tetap seperti semula. Dia (sebut saja samarannya Putri) bilang mempunyai sepupu yang usianya masih sekolah dasar tapi sudah kecanduan ganja.
Setelah hari itu 30 April2014, Putri mendengar penyuluhan dari staff pencegahan BNNK Cianjur yang datang ke sekolah dalam rangka sosialisasi dan agenda pencegahan narkoba di lingkungan sekolah, maka Putri menjadi tahu dan dia mau merehabilitasikan sepupunya itu, supaya sembuh.
Sepupunya yang semula sehat, setelah mengkonsumsi ganja itu kini menjadi sakit-sakitan dan kondisinya sangat mengkhawatirkan keluarganya. Karenanya Putri mau sepupunya ini direhabbilitasi saja biar sembuh. Tapi bagaimana caranya? Tanyanya kepada kami.
-- -
Anak SD sudah kecanduan ganja? Bagaimana bisa? Ini masalah serius dan harus segera ditelusuri. Bagaimana dia mula-mula kenal ganja dan bagaimana lagi kemudian mendapatkannya saat sudah kecanduan? Berbagai macam pertanyaan lain muncul dalam benakku. Mungkin juga di pikiran Pak Teddy, Pak Jojo, Pak Husen Pak Dadang dan Pak Asep, mereka para petugas BNNK Cianjur yang saat itu ada di ruangan yang sama denganku, terjadi dan mengalami hal yang sama.
Pak Teddy dengan pendekatan yang lemah lembut kemudian meminta keterangan lanjut dari anak yang melaporkan sepupunya itu. Dalam suasana ngobrol santai kami mendengarkan dengan seksama apa yang dituturkannya. Putri terus menceritakan kisah sepupunya...
Dulu, sepupu Putri kita sebut saja namanya dengan nama samaran Pupu, tinggal bersama kakek dan neneknya, juga keluarga besar pihak ibunya. Sementara ayah dan ibu Pupu ini bekerja dan merantau di Tangerang. Entah bagaimana caranya, entah dengan siapa bergaulnya, baru diketahui setelah lama, kalau Pupu kondisi tubuhnya kurus, banyak terdapat bekas jarum suntik di tangannya, dan dia sakit-sakitan. Semua keluarga tidak tahu harus bagaimana menghadapinya selain hanya bisa mengkhawatirkannya saja.
Lalu ibunya Pupu dari Tangerang datang. Tidak tega menyaksikan anaknya yang kesakitan luar biasa. Melalui pendekatan yang cukup lama akhirnya diketahui kalau Pupu sudah mengkonsumsi narkoba dan ia mengalami ketergantungan. Jika sakawnya sedang kambuh sepertinya kesakitan tiada batas. Ibunya kasihan dan karena itu ibunya mengusahakan mendapatkan lagi narkoba demi bisa membuat Pupu anaknya lebih merasa baikan.
Terlepas dari sikap ibu Pupu ini salah atau benar, selama Pupu ketagihan ibunya terus saja mengusahakan untuk mendapatkan narkoba dan diberikan kepada Pupu. Hanya karena sebuah alasan tidak tega. Tidak tega melihat pupu yang kesakitan mengharapkan penawar sakitnya yaitu narkoba.
Mungkin ibunya Pupu tidak tahu bagaimana zat haram ini menjadi adiksi dalam tubuh anaknya. Bagaimana jadinya kalau sudah bereaksi dan menjadi kecanduan. Bagaimana sakaw menyerang anaknya dan menimbulkan kesakitan yang tidak bisa diredakan sebelum mendapatkan penawarnya yaitu barang terlarang itu tadi.
Mungkin ibu Pupu dan keluarganya termasuk masyarakat sekitar belum tahu kalau Pupu dan pemakai narkoba lainnya itu adalah korban yang harus segera diobati dengan cara direhabilitasi. Dibawa ke Institusi Penerima Wajib Lapor (IPWL) untuk diasesmen secara gratis dan disembuhkan sehingga tidak lagi kecanduan narkoba.
Mungkin yang masih ada dalam pikiran ibu Pupu dan warga setempat adalah bahwa para pengguna narkoba itu adalah pelaku tindak kriminal yang harus dilaporkan ke aparat setempat, lalu dihukum kurungan dan penjara sekian lama?
Mungkin karena masih melekat kuatnya paradigma itu ibu Pupu jadi merasa takut kalau anaknya harus dibawa ke instansi terkait dan ujungnya dipenjara.
Beruntung Putri menjadi siswi yang kritis. Saat ada sosialisasi dari BNNK Cianjur dia cepat tanggap dan menyadari apa yang seharusnya segera dilakukan jika Pupu sepupunya itu mau sembuh. Karenanya Putri melaporkan kepada kami akan semua ini.
Saat ini Pupu sudah tidak tinggal di Cianjur. Ibu dan ayahnya membawa Pupu ke Tangerang dengan alasan kasihan kalau Pupu harus kesakitan sementara tidak ada yang bisa menolong. Apakah mungkin dibawa ke Tangerang ini untuk lebih mempermudah dalam mendapatkan narkoba sebagai penawar sakit Pupu bila tengah sakaw? Entahlah...
Karenanya Pak Teddy kemudian meminta kepada Putri untuk memberikan data lengkap seperti nama orang tua, alamat lengkap serta nomor kontak yang bisa dihubungi. Perlu ditelusuri bagaimana awal mula Pupu bisa menjadi ketergantungan saat dia berada di Cianjur? Jika sudah diketahui sebab serta alasannya, tidak menutup kemungkinan hal itu akan menjadi acuan BNNK Cianjur untuk lebih waspada dan menekankan pencegahan sejak dini. Jangan sampai terulang dan kejadian lagi bermunculan Pupu-Pupu yang lainnya.
Perlu ditelusuri juga bagaimana ibu Pupu bisa mendapatkan narkoba lain sebagai penawar rasa sakit saat Pupu tengah sakaw. Jika memang terindikasi berkaitan dengan peredaran dan atau bandar narkoba, ini bukan hal sepele lagi. Tapi sudah masuk ke dalam ranah yang lebih besar dan serius. Perlu ditelusuri dan ditindaklanjuti. Tidak bisa dibiarkan saja.
- - -
Aku sendiri melihat persoalan ini dari sisi yang berbeda. Putri yang masih berstatus siswi SMP begitu peduli dan care sama sepupunya hingga Putri berani lapor (melaporkan) kondisi sepupunya (Pupu). Ini perlu diapresiasi.
Aku membayangkan jika sejak awal Putri mengetahui informasi seputar bagaimana cara melaporkan teman dan atau saudara yang memakai narkoba, tentunya Putri juga bisa lebih awal melaporkannya. Jika Putri saja yang masih ABG sudah bisa berempati dan peduli kepada pemakai narkoba, apalagi orang dewasa?
Lalu apakah informasi ini memang tidak mereka ketahui? Bukankah pihak BNN (pusat) selalu mensosialisasikan bahwa untuk tahun 2014 ini dicanangkan pengguna narkoba lebih baik direhabilitasi dan bukan lagi dipenjara?
Apakah sosialisasi ini belum sampai kepada masyarakat? Jika benar maka tugas ini akan semakin terasa berat, khususnya untuk institusi BNN, baik pusat maupun Provinsi dan Kabupaten/Kota, dan umumnya untuk kita selaku warga masyarakat. Peran serta kita sangat menentukan bagaimana program BNN ini akan sampai kepada lapisan masyarakat bawah sehingga bisa tepat sasaran.
Aku merasa program sosialisasi ini memang belum menyentuh masyarakat lapisan bawah, khususnya di Kabupaten Cianjur. Pengalaman yang aku temui, bertanya kepada petugas puskesmas di beberapa kecamatan tentang pencegahan narkoba, IPWL, dan atau gerakan aksi merehabilitasi pemakai narkoba, bukan dengan memenjarakannya, mereka mengaku tidak tahu, tidak ada atau belum ada program itu sampai ke mereka.
Saat sosialisasi pihak BNNK Cianjur kepada anak sekolah pun, selama beberapa kali aku turut menyaksikan secara langsung, pihak penyuluh dan staff BNNK Cianjur tidak menyampaikan kalau kebijakan terbaru BNN saat ini ialah merehabilitasi para pemakai narkoba yang datang melapor secara sukarela secara gratis, bukan dengan dipenjara.
Selain itu seperti dikatakan Pak Husen, salah satu staff BNNK Cianjur di bidang Daya Masyarakat, permasalahan lain sampai saat ini adalah di Cianjur belum ada IPWL resmi. Karena itu staff BNNK Cianjur ini juga merasa tidak maksimal dalam menjalankan tugas serta perannya di masyarakat. (ol)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H