Proses Pilkada 2024 atau Pemilihan Kepala Daerah di Indonesia sedang berlangsung. Dan sepengamatan saya, ada anak-anak yang antusias ikut Mama-Papanya temanin Pilkada. Walau mereka belum mempunyai hak pilih, setidaknya aura Pilkada mereka ikut meramaikan suasana Pilkada.
Momen Pilkada seringkali dianggap urusan serius orang dewasa. Namun, sebenarnya proses Pilkada ini menyimpan banyak pelajaran yang bisa dikenalkan kepada anak-anak. Bayangkan saja, apa jadinya jika konsep Pilkada diadaptasi ke dunia anak-anak?
Mulai dari bermain peran sebagai calon pemimpin hingga mencoblos di "kotak suara" mainan, mereka bisa belajar tentang demokrasi dengan cara yang menyenangkan. Tidak hanya mengajarkan nilai-nilai penting, aktivitas ini juga mempererat hubungan keluarga dan melatih anak memahami kehidupan berdemokrasi sejak dini.
Sebenarnya, proses Pilkada bukanlah hal yang asing bagi anak-anak. Mulai dari pencalonan pasangan kandidat, kampanye, hingga pencoblosan, mereka sudah familiar dengan konsep memilih sesuatu sesuai keinginan. Hasilnya pun ditentukan oleh suara terbanyak, mirip dengan proses yang mereka alami sehari-hari.
Darimana saja ya, anak-anak bisa belajar proses Pilkada?
Di Rumah
Di rumah, Pilkada bisa menjadi "permainan seru" yang melibatkan seluruh anggota keluarga. Misalnya, ajak anak-anak untuk memilih "pemimpin keluarga sementara" yang akan memutuskan menu makan malam atau tempat liburan bersama.
Calon pemimpin bisa memulai kampanye kecil-kecilan, seperti berkata, "Kalau saya terpilih, kita bisa makan makanan favoritku setiap malam!" atau "Liburan kita pergi ke taman bunga."
Lewat kegiatan ini, anak-anak bisa belajar bahwa menjadi pemimpin tidak hanya soal janji, tapi juga tanggung jawab untuk menepatinya. Proses ini membuat mereka berpikir kritis dan menyadari bahwa setiap keputusan seorang pemimpin memiliki dampak pada orang lain.
Di Sekolah
Sekolah sering kali menjadi tempat pertama anak-anak berkenalan dengan demokrasi. Misalnya, melalui pemilihan ketua kelas atau OSIS. Prosesnya mirip dengan Pilkada: ada calon, kampanye, hingga pemungutan suara menggunakan kertas kecil atau kotak suara buatan. Anak-anak bisa mengusulkan ide seperti, "Kalau saya terpilih, kita akan usulkan akhir tahun punya acara kebersamaan."
Dengan bimbingan guru, anak-anak memahami pentingnya memilih pemimpin yang bisa bekerja sama dan mendengarkan aspirasi mereka. Tidak hanya itu, mereka juga belajar menghargai proses demokrasi, termasuk menerima hasil meskipun kandidat favorit mereka tidak menang.