Kenaikan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) sebesar 12% yang akan diterapkan pada Januari 2025 langsung memicu kontroversi di media sosial.
Pajak Pertambahan Nilai (PPN) adalah pajak yang dikenakan atas konsumsi barang dan jasa di dalam wilayah Indonesia, dan termasuk dalam kategori pajak tidak langsung. Artinya, meski konsumen yang menikmati barang atau jasa, yang bertanggung jawab menyetor pajaknya adalah pihak lain, bukan pembeli itu sendiri. Namun, banyak kalangan yang merasa khawatir bahwa kenaikan PPN ini bisa menurunkan daya beli masyarakat dan mempengaruhi kinerja perusahaan, yang pada gilirannya berdampak pada pendapatan dan kesejahteraan karyawan.
Dalam rapat kerja dengan Komisi XI DPR pada Rabu (13/11), Menteri Keuangan Sri Mulyani menegaskan bahwa keputusan kenaikan PPN menjadi 12% mulai 2025 diambil setelah melalui pertimbangan yang sangat matang. Sri Mulyani menjelaskan bahwa kebijakan ini sudah dibahas panjang lebar dengan DPR RI, dengan berbagai indikator, termasuk kesehatan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Di tengah pro dan kontra soal kebijakan ini, beliau juga menekankan bahwa pemerintah telah menyiapkan berbagai keringanan dan pembebasan pajak untuk memastikan daya beli masyarakat tetap terjaga dan tidak semakin terbebani.
"Bukannya membabi buta, tapi APBN memang tetap harus dijaga kesehatannya, namun pada saat yang lain APBN itu harus berfungsi dan mampu merespons seperti saat episode global financial crisis, waktu terjadinya pandemi (COVID-19) itu kita gunakan APBN," ucapnya.
Namun, di tengah janji pemerintah untuk menjaga daya beli masyarakat, muncul pertanyaan besar: Apakah masyarakat akan sepenuhnya percaya dengan kebijakan ini? Kebiasaan makan di luar rumah yang sudah menjadi bagian dari gaya hidup sebagian besar masyarakat Indonesia menunjukkan adanya pengaruh signifikan terhadap kebiasaan konsumsi.
Makan di Luar: Mewah Sih, Tapi Apakah Worth It?
Berdasarkan data survei dari Rakuten Insight Center bulan Desember 2022, sebanyak 43% responden di Indonesia mengaku makan di luar rumah beberapa kali dalam seminggu. Survei yang melibatkan 13.670 responden ini juga mencatat bahwa 17 persen lainnya makan di luar rumah beberapa kali dalam sebulan. Di sisi lain, hanya 2% responden yang mengaku tidak pernah makan di luar rumah.
Bayangkan? Fakta ini menggambarkan bahwa makan di luar bukan hanya sekadar kebutuhan, tapi sudah menjadi bagian dari pola hidup yang sulit dihindari, yang bisa jadi akan terdampak oleh kebijakan ini.
Makan di luar setelah kenaikan PPN bagaikan membeli tiket nonton film di bioskop favorit, tapi tiba-tiba ada biaya tambahan yang tak terduga. Dulu, kamu bisa menikmati film dengan nyaman tanpa khawatir, tapi kini harus memikirkan apakah film tersebut masih layak ditonton dengan harga tiket yang lebih mahal. Sama halnya dengan makan di luar, yang dulu terasa seperti sebuah pelarian ringan dari rutinitas, sekarang terasa seperti memilih hidangan mewah yang harus dipertimbangkan dengan hati-hati, karena setiap suapan kini memiliki 'biaya tambahan' yang harus kamu bayar.