Lihat ke Halaman Asli

Enaknya Perempuan Denmark, Diprioritaskan dalam Banyak Hal

Diperbarui: 23 Februari 2016   12:37

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption caption="Makan dan minum bareng, perempuan di Denmark (Foto pribadi)"][/caption]Persamaan hak perempuan Denmark “melampaui” batas-batas norma dan agama yang kita ketahui. Betapa tidak, perempuan punya “hak” untuk menceraikan suami. Memberi nama “family” anaknya, misalnya nama “family” si ibu adalah Pedersen, maka anaknya boleh memakai “Pedersen” sebagai nama keluarga di belakang namanya (namun demikian, mayoritas anak masih memakai nama keluarga ayah).

Secara ekonomi, perempuan Denmark yang “single parent” dapat tunjangan biaya hidup dari negara, jumlah tunjangan tergantung penghasilan. Kalau tak bekerja sama sekali, tunjangan yang didapat berupa uang saku, sewa apartemen, tunjangan anak, dan “gaji” membesarkan anak. Kalau mau kuliah, selain gratis (gratis biaya kuliah, gratis buku, gratis foto kopian), juga dapat uang saku DK 2 ribu (Rp 8 juta) sebulan.

Dalam kehidupan sehari-hari, bagaimana respons lelaki terhadap perempuan Denmark?

1. Naik bus: perhatikan jenis kelamin!
Di dalam bus, dua kursi depan pertama khusus untuk perempuan hamil dan orang cacat. Kursi lainnya bebas untuk siapa saja.

Uniknya, kalau bus berhenti mau ngambil penumpang, semua mata akan tertuju ke calon penumpang, dan melirik-lirik “jenis kelamin” si calon penumpang. Kenapa begitu? Kalau yang mau naik wanita, tanpa komando, semua “gentlemen” akan berdiri tegak, mempersilakan si wanita untuk memilih kursi yang diingininya. Kalau “terpilih,” si “gentleman” akan tersenyum, dan kemudian tetap berdiri tegak sepanjang perjalanan.

Seandainya ada perempuan hamil yang mau naik, “gentlemen” seperti rebutan menolong, mengulurkan tangan, kemudian menuntun ke kursi depan yang memang disediakan untuk ibu-ibu hamil dan orang cacat.

Urutan prioritas dapat kursi di bus adalah sebagai berikut: perempuan hamil, perempuan tua, perempuan obesity, dan pokoknya perempuan (jelek maupun cantik). Kadang-kadang salah juga, tau taunya bencong (LGBT). Ya sudah, ikhlas aja deh.

Waktu libur di Jakarta, karena sudah terbiasa, otomatis berdiri tegak kalau lihat perempuan masuk ke dalam bus. Eh, tau-taunya kursi saya ada yang cepat cepat “nyolong”. Duh, yang nyolong lelaki berbadan tegap. Dalam hati, kalau elu di Denmark, sudah digebuki rame-rame! Dianggap tidak beradab.

2. Masuk ke bangunan publik
Berjalan beriringan dengan perempuan Denmark, kemudian mau masuk ke gedung publik (mall, universitas atau gedung milik pemerintah), maka “gentlemen” harus mempersilakan wanita masuk duluan. Biasanya, gentlemen yang berjalan di belakang wanita, akan buru buru berlari ke depan, kemudian membukakan pintu. Setelah si wanita berlalu (dengan senyum tentunya), baru lelaki yang masuk. Si pembuka pintu, akan masuk setelah semuanya masuk.

Saya pribadi, lihat-lihat dulu sebelum berencana membukakan pintu masuk di suatu gedung, selidiki kira-kira siapa dan semacam apa yang akan dibukakan pintu. Perempuan tinggi besar, membuat saya pura-pura lupa sesuatu, menjauh ke belakang. Soalnya, kalau dibukakan pintu, si perempuan tidak hanya tersenyum, tapi kadang kala menepuk-nepuk bahu saya. Bayangkan saja, perempuan “obesity” setinggi hampir dua meter dengan lengan lebih besar dari paha saya. Bisa bisa saya “terpelanting” dibuatnya, kalau pundak saya ditepuk (beberapa kali tentunya). Betapa sengsaranya. Coba aja kalau nggak percaya!

3. Di Taman

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline