Lihat ke Halaman Asli

Urgensi : Perlunya Bank ASI di Indonesia

Diperbarui: 17 Juni 2015   07:15

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

1431064390729689188

[caption id="attachment_415941" align="aligncenter" width="600" caption="(Sumber ilustrasi: www.littledje.com)"][/caption]

Kita sudah biasa mendengar kata bank yang konotasinya uang. Kemudian terbiasa dengan kata bank yang berkonotasi darah.Mungkin masih asing didengar istilah “Bank makanan,” Barangkali tak pernah sama sekali mendengar istilah Bank ASI (Air Susu Ibu).

Sebenarnya “Bank Makanan,” mirip idenya dengan Bulog atau lumbung beras di desa desa. Di negara negara industri, kata “bank makanan” merujuk kepada makanan secara komplek. Siapa saja boleh “menyumbang” makanan apa saja termasuk sisa makanan, makanan yang tak disukai, dan atau makanan olahan yang siap santap. Disimpan ke “bank makanan” untuk dibagi bagikan kepada fakir miskin.

Bank ASI (Air Susu Ibu) dipelopori oleh negara Amerika Serikat. Tujuannya sebagai tempat penyimpanan ASI untuk sumber nutrisi utama bagi bayi yang lahir secara prematur. 1 dari 9 bayi atau sekitar 500 ribu bayi lahir secara prematur tiap tahun di Amerika.

Umumnya bayi prematur dilahirkan ibu remaja atau ibu yang produksi susunya tak mencukupi untuk bayi sendiri. Bayi prematur tanpa diberi ASI atau ditangani secara salah, diantaranya akan menyebabkan:

- Rentan terkena infeksi

- Menderita gangguan pernapasan

- Resiko cacat seumur hidup,

- Pertumbuhan tak sempurna,

- Kelainan pembentukan jaringan tubuh.

Bank ASI Swasta.

Di Amerika Serikat, dulunya ASI berasal dari sumbangan ibu ibu, hanya dikumpulkan oleh berbagai lembaga mirip LSM. Sekarang, bersaing ketat dengan perusahaan Swasta yang membayar ibu ibu untuk menjual kelebihan ASI, setelah diminum oleh anaknya sendiri.

Karena dibayar, satu perusahaan swasta seperti Prolacta di California bisa mengumpulkan sekitar 3,4 juta ons pertahun, dan akan terus meningkat. Sementara 18 lembaga swadaya masyarakat, hanya mampu mengumpulkan sekitar 3,1 juta ons pertahun di seluruh Amerika. Ini terjadi karena seorang ibu bisa mendapatkan bayaran AS$2 ribu (Sekitar Rp25,8 Juta dengan kurs Rp12.900) perbulan dengan menjual sisa ASI anaknya ke perusahaan swasta.

Komoditas ASI merupakan bisnis baru yang berkembang pesat di Amerika serikat, seiring dengan pengetahuan tentang manfaat ASI. Hasil riset membuktikan bahwa ekstraks ASI selain untuk bayi, juga bisa dipakai untuk mengobati radang saluran pencernaan orang dewasa.

Apakah Bank ASI perlu di Indonesia?

Mengingat Indonesia merupakan Negara 5 besar dari segi jumlah bayi yang lahir prematur di dunia, tentu saja Bank ASI sangat mendesak diadakan. Dari sumber WHO, angka kelahiran bayi prematur terbanyak di dunia urutannya adalah sebagai berikut:

1.India (3,5 juta bayi).

2.Tiongkok (1,2 juta bayi).

3.Nigeria (773.600 bayi)

4.Pakistan (748.100 bayi).

5.Indonesia ((675.700 bayi).

Kalau diadakan bank ASI di Indonesia, siapakah yang akan menyelenggarakannya? Apakah pemerintah, LSM atau swasta?. Tentu saja akan ada pertanyaan moral-sosial, seperti masalah eksploitasi ibu ibu miskin, harga yang tak terjangkau oleh yang justru sangat membutuhkannya, dan siapa yang beruntung terhadap komersialisasi ASI ?.

Pertanyaan pertanyaan seperti ini harus diantisipasi, sebelum mendirikan bank ASI di Indonesia. Tujuan baik demi generasi ke depan yang sehat, jangan pula malah menimbulkan keributan yang tak perlu.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline