Lihat ke Halaman Asli

Teri Titir

Mahasiswa STF-SP

Etika Kewajiban: Menelusuri Jalan Moral Kant dan Ross

Diperbarui: 3 November 2024   10:38

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pribadi

Terensus Teri Titirloloby

(Mahasiswa Semester I, Prodi Filsafat, STFSP)

ABSTRAK

Etika kewajiban adalah cabang filsafat moral yang membahas tindakan yang dianggap benar berdasarkan kewajiban atau prinsip moral yang harus diikuti. Dua tokoh kunci dalam perkembangan etika kewajiban adalah Immanuel Kant dan William David Ross, yang masing-masing memiliki pandangan unik tentang moralitas. Kant, dengan teori deontologinya, menekankan bahwa moralitas ditentukan oleh niat dan prinsip yang mendasari tindakan, serta mengedepankan imperatif kategoris sebagai landasan tindakan moral. Di sisi lain, Ross mengembangkan konsep kewajiban prima facie, yang mengakui bahwa kewajiban moral dapat saling berinteraksi dan tergantung pada konteks. Artikel ini menganalisis pandangan kedua tokoh ini, perbandingannya, dan relevansi etika kewajiban dalam pengambilan keputusan moral di kehidupan sehari-hari. 

Kata Kunci: Etika Kewajiban, Immanuel Kant, William David Ross

 

PENDAHULUAN

Etika kewajiban memainkan peranan penting dalam filsafat moral, karena mengatur cara kita memandang tindakan baik dan buruk berdasarkan kewajiban moral. Dalam masyarakat yang kompleks dan beragam, individu sering dihadapkan pada situasi yang memerlukan keputusan moral yang sulit. Memahami etika kewajiban dapat memberikan panduan dalam situasi-situasi ini, membantu individu untuk bertindak dengan cara yang sesuai dengan prinsip moral.

Immanuel Kant dan William David Ross adalah dua filsuf yang memberikan sumbangan besar dalam pengembangan etika kewajiban. Kant, seorang filsuf Jerman, dikenal dengan pandangannya yang menekankan pentingnya niat dan prinsip dalam menentukan moralitas suatu tindakan. Ia mengajukan bahwa tindakan yang benar tidak bergantung pada hasilnya, tetapi pada niat di balik tindakan tersebut. Pandangannya menjadi dasar bagi banyak teori moral modern.

Di sisi lain, Ross, seorang filsuf Inggris, memperkenalkan pendekatan pluralistik terhadap kewajiban moral. Ia berargumen bahwa moralitas tidak dapat diringkas pada satu prinsip tunggal, tetapi terdiri dari berbagai kewajiban yang saling berinteraksi. Pandangan ini menawarkan fleksibilitas dalam pengambilan keputusan moral, yang dapat disesuaikan dengan konteks tertentu. Dengan demikian, mempelajari kedua pandangan ini menjadi penting untuk memahami bagaimana etika kewajiban dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari dan membantu individu dalam membuat keputusan yang lebih bijaksana.

Metode 

Dalam penulisan artikel ini, pendekatan kualitatif digunakan untuk menganalisis dan membandingkan pandangan etika kewajiban dari Immanuel Kant dan William David Ross. Data dikumpulkan melalui studi literatur yang mencakup buku-buku, artikel ilmiah, dan sumber-sumber terpercaya lainnya yang membahas teori etika kedua filsuf tersebut. Proses penulisan dimulai dengan pengumpulan informasi dasar mengenai konsep etika kewajiban, serta latar belakang pemikiran Kant dan Ross. Selanjutnya, analisis dilakukan terhadap prinsip-prinsip dasar yang diusulkan oleh masing-masing tokoh, dengan penekanan pada perbedaan mendasar antara pendekatan deontologis Kant dan pluralisme kewajiban Ross. Selain itu, artikel ini juga mencakup contoh kasus yang relevan untuk menggambarkan bagaimana teori etika kewajiban dapat diterapkan dalam situasi nyata. Analisis kritis dilakukan terhadap pandangan masing-masing filsuf, serta kritik yang muncul terhadap pendekatan mereka. Dengan metode ini, diharapkan dapat diperoleh pemahaman yang lebih mendalam mengenai etika kewajiban dan relevansinya dalam pengambilan keputusan moral.

 

 

HASIL DAN PEMBAHASAN

1. Etika Kewajiban menurut Immanuel Kant

Immanuel Kant adalah salah satu filsuf yang paling berpengaruh dalam sejarah pemikiran etika. Dalam karyanya, ia mengembangkan teori deontologis yang berfokus pada kewajiban moral sebagai pusat dari moralitas. Menurut Kant, moralitas tidak bergantung pada konsekuensi dari tindakan, tetapi pada niat dan prinsip yang mendasarinya. Ia berargumen bahwa tindakan yang benar adalah tindakan yang dapat dijadikan hukum universal.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline