Lihat ke Halaman Asli

Peran WWF pada Perdagangan Ilegal Satwa Liar: Mulai dari Pasar hingga Secara Online di Indonesia

Diperbarui: 1 Agustus 2023   14:26

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilmu Alam dan Teknologi. Sumber ilustrasi: PEXELS/Anthony

Pertama-tama mari berkenalan dulu, apa itu WWF? WWF merupakan salah satu organisasi internasional. WWF adalah singkatan dari "World Wide Fund for Nature". Nama tersebut merefleksikan komitmen WWF untuk bekerja---tidak hanya terkait isu kehidupan alam liar---tapi juga pada isu-isu lingkungan lainnya yang strategis. WWF adalah salah satu lembaga konservasi terbesar dan paling berpengalaman di dunia, yang didirikan secara resmi tahun 1961.

pada tahun 2007, WWF Internasional mengeluarkan daftar sepuluh spesies yang terancam punah. Kesepuluh spesies tersebut adalah hiu porbeagle, hiu spiny dogfish, tujuh spesies sawfish, harimau, badak Asia, karang merah dan merah muda, belut eropa, gajah, kelompok kera besar (gorilla, simpanse dan orang utan), dan pohon mahoni berdaun lebar, sebagai satu-satunya tanaman dalam daftar prioritas. Menurut Interpol wildlife crime adalah membawa, memperdagangkan, memanfaatkan dan memiliki tumbuhan dan satwa liar yang melanggar hukum nasional dan internasional.

seperti yang kita ketahui Asia merupakan pusat perdagangan beragam satwa liar secara global, menurut Internastional enforcement agency, tindak kejahatan ini pasalnya berada di peringkat ke 4 sebagai kejahatan transnasional yang terorganisir, setelah perdagangan narkotika, perdagangan senjata dan perdagangan manusia.

Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan dalam buku Potret Perdagangan Satwa Liar di Indonesia (2016) yang ditulis Arief Santosa dkk, menyebutkan bahwa perputaran uang terhadap perdagangan illegal satwa liar di pasar gelap diperkirakan mencapai nilai AS $ 7,8 -- 19 miliar setiap tahunnya.

Laporan yang dirilis oleh World Wildlife Fund (WWF) pada Jumat (01/04) menemukan bahwa penegakan larangan transaksi ilegal satwa liar secara online di Myanmar telah melemah Menurut laporan tersebut, aktivitas jual beli yang hampir semuanya melibatkan hewan hidup naik 74% dibandingkan tahun sebelumnya menjadi 11.046 transaksi. Dari 173 spesies yang diperdagangkan, 54 diantaranya adalah spesies yang terancam punah secara global.

Jika melihat kepada aturan yang berlaku, kerangka hukum internasional seperti Convention of International Trade in Endangered Species of Wild Fauna and Flora (CITES) telah menyediakan payung kebijakan yang baik untuk mengatur peredaran perdagangan satwa liar secara legal serta pencegahan terhadap perdagangan ilegal. Akan tetapi kerangka hukum yang ada pada tingkat nasional masih memberikan celah bagi peredaran perdagangan satwa secara ilegal.

Peneliti mengidentifikasi 639 akun Facebook milik pedagang satwa liar. Grup perdagangan online terbesar memiliki lebih dari 19.000 anggota dan belasan postingan per minggu. Hewan-hewan yang dibeli dan dijual diantaranya termasuk gajah, beruang, siamang, kijang Tibet, trenggiling, dan kura-kura raksasa Asia. Yang paling populer adalah berbagai spesies monyet yang sering dibeli sebagai hewan peliharaan.


Dalam siaran pers Direktorat Jenderal Penegakan Hukum Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (Ditjen Gakkum KLHK), tim Patroli Siber memantau akun-akun yang memperdagangkan satwa liar dan dilindungi di sejumlah platform media sosial seperti Facebook hingga Youtube. Pada 2022, tim Patroli Siber Ditjen Gakkum KLHK mencatat ada 638 akun dan 1.163 konten satwa liar yang dilindungi yang seliweran di media sosial.
"Dari hasil pemantauan, selama tahun 2022 terdapat 638 akun dan 1.163 konten satwa liar dilindungi. Hal ini menunjukkan bahwa saat ini modus perdagangan satwa illegal semakin berkembang," terang Sustyo "Dengan menggunakan media sosial, seperti Facebook, Instragram, Tokopedia, Kaskus, dan YouTube. Media sosial yang paling banyak digunakan oleh pedagang TSL dilindungi pada tahun 2021 adalah media sosial Facebook dengan persentase sebesar 97,65 persen," tambahnya.

salah satu kasus nya yaitu. Perburuan gajah di Indonesia tepatnya di Provinsi Riau di Desa Pinggir Kecamatan Mandau Kabupaten Bengkalis, pada bulan Juni tahun 2012 ditemukan gajah yang sudah berumur 50 tahun mati dengan gading sudah diambil orang atau pemburunya. Pembunuhan gajah ini diindikasikan bukan karena kematian yang wajar, mengingat gading gajah sudah tidak ada lagi. Sebelumnya bulan Mei ditemukan juga gajah 20 tahun yang mati dengan kondisi sama dimana gadingnya sudah tidak ada, merupakan kejadian yang diindikasikan dilakukan oleh pemburu gajah untuk diambil gadingnya.

Selama 2012-2014 Indonesia telah kehilangan 90 individu gajah sumatera.

WWF-Indonesia mendesak pemerintah dan penegak hukum untuk segera menuntaskan penyelidikan atas semua kasus kematian satwa ini hingga ke meja hijau.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline