Lihat ke Halaman Asli

Pesimis DPR Bisa Bersih dari Korupsi, Ketika Mantan Koruptor Lolos Nyaleg

Diperbarui: 31 Agustus 2018   22:46

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Cerita Pemilih. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/GARRY LOTULUNG

Beberapa waktu lalu, ada sedikit perasaan optimis kala menyongsong pemilu tahun depan. Selain karena sistemnya berubah dari sebelumnya, sebab pemilu digelar secara serentak antara pemilihan legislatif dan pemilihan presiden, juga lantaran ada upaya penyelenggara untuk melahirkan para wakil rakyat yang bersih dari jejak kotor kasus korupsi.

Memang, Komisi Pemilihan Umum (KPU) telah menerbitkan Peraturan KPU (PKPU) Nomor 20 Tahun 2018 tentang Pencalonan Anggota DPR, DPRD Provinsi, dan DPRD Kabupaten/Kota dalam Pemilu 2019. Salah satu poinnya berisi larangan bagi mantan koruptor maju sebagai Calon Legislatif di Pemilu.

Aturan itu dirasa sangat baik, karena juga memuat larangan menjadi caleg bagi mantan bandar narkoba dan mantan pelaku kejahatan seksual terhadap anak. Dua tindak pidana yang sangat tercela. Karenanya, mantan pelaku juga mesti diberikan hukuman sosial, salah satunya tidak bisa menjadi wakil rakyat.

Aturan ini juga bak oase di tengah padang gurun yang gersang. Sudah penat telinga rakyat mendengar skandal korupsi bertubi-tubi yang dilakukan anggota legislatif di negeri ini. Seolah tak pernah jera. Meski banyak yang dipenjara, tetap saja bermunculan koruptor-koruptor baru yang merampok uang negara.

Namun, asa itu perlahan sirna seiring manuver Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) yang tetap meloloskan mantan koruptor untuk jadi calon anggota legislatif. Lembaga negara ini seakan tak berdaya menghadapi perlawanan balik para eks napi korupsi yang melakukan gugatan terhadap aturan KPU itu.

Saat ini, sedikitnya ada lima orang yang diloloskan Bawaslu dalam putusan sengketa. Kelimanya berasal dari Kabupaten Toraja Utara, Sulawesi Utara, Aceh, Parepare dan Rembang. Mereka dibolehkan untuk tetap melanjutkan pencalonan di Pemilu 2019, meski sebelumnya pernah mendekam di penjara karena tersandung kasus rasuah.

Terang saja banyak yang protes dengan keputusan Bawaslu ini. Salah satunya Ketua Umum Partai Amanat Nasional (PAN), Zulkifli Hasan. Ia kecewa karena sebelumnya semua partai politik telah menandatangani pakta integritas bersama KPU dan Bawaslu, yang berisi kesepakatan untuk tidak mencalonkan kader yang sudah pernah terkena masalah hukum.

Namun, begitu ada parpol yang nakal, tetap mencalonkan mantan koruptor sebagai caleg, Bawaslu juga ikut-ikutan tidak mengikuti kesepakatan. Sama sekali tidak konsisten. Jika di awal kelakuan sudah seperti ini, bagaimana masyarakat bisa tetap percaya dengan lembaga penyelenggara?

Bawaslu semestinya memikirkan dampak dari keputusan itu. Jumlah caleg mantan koruptor yang mendaftar di Pileg 2019 tidak sedikit. Ada sekitar 199 orang. Rinciannya, 30 eks napi korupsi yang mendaftar untuk DPRD di 11 provinsi, 148 orang untuk DPRD di 93 kabupaten, dan 21 orang untuk DPRD di 12 kota.

Ketika semua menuntut perlakuan sama dengan lima mantan koruptor yang diloloskan Bawaslu, tentu lembaga perwakilan rakyat kita bisa diisi lagi oleh para mantan napi korupsi. Kalau begini, jangan salahkan rakyat jika mereka kembali pesimis karena legislatif kita masih akan terus digerogoti oleh bahaya laten korupsi.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline