Dalam kaca mata pemerintahan hutan merupakan suatu wilayah strategis, di dalamnya terdapat berbagai sumber daya alam yang dapat dimanfaatkan untuk kepentingan Negara.
Karena itu, dalam pengelolaan sumberdaya hutan tersebut, Pemerintah melalui Kementrian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) memiliki mandat untuk memberikan sebesar-besarnya bagi kemakmuran rakyat sebagaimana amanah dalam Pasal 33 ayat (3) Undang-undang Dasar 1945.
Pertanyaan singkatnya adalah, apakah pemerintah telah menjalankan amanah Undang-undang dalam mengelola kawasan hutan secara maksimal. Jawaban besarnya adalah Belum. Justru stabilitas dan kekayaan hutan khususnya di Sulawesi Tenggara ini kian terancam.
Pernyataan itu diutarakan oleh Yayat Nurkholid melalui keterangan tertulisnya baru-baru ini, (Selasa, 01/03/2022).
Yayat yang merupakan salah satu pemerhati kawasan hutan di Sulawesi Tenggara juga menuliskan bahwa Pemerintah belum maksimal menjalankan amanah Undang-undang dalam mengelola kawasan hutan karena dibuktikan dengan maraknya pertambangan dan perkebunan sawit di Sulawesi Tenggara tetapi masih banyak rakyat kecil yang berteriak akibat hutan di sekitarnya di kelola habis-habisan dan belum membuahkan hasil sebagaimana yang diharapkan oleh masyarakat.
"Masyarakat melihat pohon ditebang digantikan oleh kelapa sawit, masyarakat melihat hutan tak lagi hijau melainkan kuning akibat penambangan, tapi masih banyak masyarakat yang berteriak meminta sesuatu yang mestinya menjadi haknya. Itu artinya, pengelolaan hutan oleh koorporasi yang diberikan izin oleh pemerintah bisa diasumsikan belum maksimal", tulis Yayat Nurkholid.
Ditempat lain saat diwawancarai, Mantan Ketua Umum HMI Komisariat Fakultas Kehutanan dan Ilmu Lingkungan ini menyampaikan bahwa luas kawasan hutan yang mencapai 61% dari total daratan Sulawesi Tenggara dengan berbagai sumber daya alam di dalamnya mestinya dapat memberikan kemerataan ekonomi bagi masyarakat Sulawesi Tenggara khususnya bagi mereka yang tinggal di sekitar wilayah Izin Usaha Pemanfaat Kawasan Hutan, terlebih setiap hari luasan hutan terus berkurang akibat aktivitas penambangan dan perluasan kebun sawit.
"Luas kawasan hutan Sulawesi Tenggara berdasarkan data Dinas Kehutanan Provinsi Sulawesi Tenggara tahun 2020 tercatat seluas 2,34 juta hektar, sementara luas total daratan Provinsi Sulawesi Tenggara hanya 3,81 juta hektar, artinya luas kawasan hutan mencapai 61 %. Tetapi sampai saat ini kemerataan ekonomi masyarakat di sekitar wilayah Izin usaha pemanfaat Kawasan hutan belum juga terwujudkan, justru hanya hutan yang berkurang setiap harinya", ungkap Yayat.
Selain soal pemerataan ekonomi melalui bidang kehutanan, Yayat yang juga salah satu alumni Kehutanan Universitas Halu Oleo itu berharap agar pemerintah dan penegak hukum untuk serius menangani permasalahan di bidang kehutanan, seperti ilegal mining di dalam kawasan hutan, dan pelanggaran lainnya seperti pembukaan lahan sawit secara ilegal.
"Di Sultra ini ada beberapa perusahaan sawit dan banyak sekali perusahaan tambang yang beroperasi di kawasan hutan, mulai dari yang legal sampai yang ilegal. Dan itu bukan hanya berpotensi meningkatkan perekonomian masyarakat dan daerah, tetapi juga berpotensi mengancam stabilitas dan kelestarian hutan, bahkan konsekuensinya adalah bencana alam ketika pengelolaannya tidak berlandaskan prinsip kelestarian hutan terlebih mereka yang ilegal. Untuk itu, secara pribadi saya berharap pemerintah dan penegak hukum mulailah serius dalam menangani kasus-kasus yang bersentuhan langsung dengan hutan. Sebab, hari demi hari kawasan hutan di Sultra terus berkurang akibat aktivitas penambangan dan perluasan kebun sawit, tapi pemerataan ekonominya juga masih dipertanyakan", tutupnya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H