Lihat ke Halaman Asli

"Pengakuan Ibn 'Arabi Tentang Hakikat Muhammadiyyah" (Serial Islam Cinta Bagian 5)

Diperbarui: 11 Februari 2016   23:03

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sahabat, pada malam jum'at yang diberkahi ini, malam dimana nur Muhammad berpindah dari tulang iga Sayyid Abdullah ke rahim Sayyidah Fathimah, mari kita simak pengakuan Ibn 'Arabi tentang hakikat muhammadiyyah berikut ini.

Syeikh Akbar Muhyiddin Ibn Arabi berkata:
Semoga shalawat terlimpah kepada rahasia dan permata alam semesta, yang dicari dan dituju oleh orang berilmu. Sang tuan yang benar, yang berjalan di malam hari menuju Rabbnya. Sang jalan, yang tertembus dengannya tujuh lapis langit, agar Dia perlihatkan bagi siapa pun yang berjalan di atasnya ayat-ayat dan hakikat-hakikat yang Dia simpan di dalam makhluk-makhluk yang Dia ciptakan. [Kepada beliau] yang aku menyaksikannya ketika aku menulis pengantar kitab ini di alam hakikat-hakikat imajinal di dalam Kehadiran Yang Maha Agung (Al-Jalāl) melalui ketersingkapan qalbu dalam kehadiran yang bersifat gaib.

Ketika aku menyaksikan beliau di alam tersebut, sang tuan yang maksum maksud dan tujuannya, terjaga penyaksian-penyaksiannya, yang ditolong dan dikukuhkan seluruh rasul berbaris di hadapannya, dan umatnya, yang merupakan umat terbaik, berkumpul mengitarinya. Para malaikat yang dipekerjakan (malā’ikah at-taskhīr) berputar mengelilingi singgasana maqām-nya, dan para malaikat yang dilahirkan dari amal-amal baik berbaris di hadapannya. Aş-Şiddīq (Sayyidina Abū Bakr ra.) berada di sisi kanannya nan mulia dan Al-Farūq (Sayyidina Umar ibn Al-Khaţţāb ra.) berada di sisi kirinya nan suci. Al-Khatam (Penutup Kewalian: Nabi ‘Īsā as.) berlutut di hadapannya mengabarkan berita tentang “Sang Wanita” (ĥadīś al-unśā), sedangkan Sayyidina ‘Alī (ibn Abī Ţālib) — semoga Allah bershalawat dan bersalam kepadanya—menerjemahkan dari Al-Khatam melalui lisannya. Sementara itu, Żū An-Nūrayn (Pemilik Dua Cahaya: Sayyidina ‘Uśmān ibn ‘Affān ra.), sembari berselimut jubah rasa malunya, melayani kebutuhan beliau.

Kemudian beliau—sang tuan tertinggi, pembawa minuman nan segar dan manis, cahaya yang paling terang dan jelas— menoleh dan melihatku berada di belakang Al-Khatam, dikarenakan adanya kesamaan aturan/hukum antara aku dan beliau. Lalu sang tuan SAW. berkata kepadanya: “Ini adalah saudara kembarmu, temanmu dan sahabatmu, dirikanlah baginya sebuah mimbar dari kayu tamariska di hadapanku.” Kemudian beliau berkata kepadaku: “Wahai Muĥammad (Ibn ‘Arabi) berdirilah di atas mimbar itu dan pujilah Dia yang telah mengutusku dan juga diriku. Sesungguhnya di dalam dirimu terdapat sehelai rambutku yang tidak sabar ingin kembali kepadaku. Ia akan menjadi penguasa di dalam zatmu, dan ia tidak akan kembali kepadaku kecuali bersama keseluruhan dirimu. Ia harus kembali bertemu [denganku], karena alam kesengsaraan bukanlah tempat baginya. Dan tidaklah bagian dari diriku berada di dalam sesuatu setelah aku diutus [ke dunia ini], kecuali sesuatu itu pasti akan bahagia/selamat, dan ia akan menjadi di antara yang disyukuri dan dipuji di Tataran Tertinggi [malaikat dan ruh] (almala’ al-a‘lā).”

Kemudian Al-Khatam mendirikan mimbar tersebut di tempat penyaksian nan terhormat itu. Di bagian depan mimbar tertulis dengan cahaya yang berkilauan: “Ini adalah Maqām Muĥammadiy yang paling suci, barangsiapa yang menaikinya maka dia telah mewarisinya, dan Al-Ĥaqq mengirim serta mengutusnya sebagai penjaga kehormatan Syari‘at.” Saat itu juga aku diberi bermacam anugerah kebijaksanaan, hingga seakan-akan aku memperoleh “Kata-kata yang Menghimpun” (jawāmi‘ al-kalim). Lalu aku bersyukur kepada Allah ‘azza wa jalla dan aku menaiki mimbar itu hingga aku berada di tempat yang sama dengan tempat berdiri Rasulullah SAW.

Lalu direntangkan untukku potongan lengan baju berwarna putih di atas anak tangga
tempatku berdiri. Kemudian aku berdiri di atasnya sehingga aku tidak menginjak tempat yang diinjak oleh kaki Rasulullah SAW. Hal ini adalah sebagai bentuk penyucian dan penghormatan bagi beliau, sekaligus sebagai peringatan dan pemberitahuan bagi kita bahwa maqām tempat beliau menyaksikan Rabbnya tidak akan dapat disaksikan oleh pewarisnya kecuali dari balik pakaian beliau. Jika tidak, niscaya akan tersingkap bagi kita apa yang tersingkap baginya dan kita akan mengetahui apa yang beliau ketahui.

Tidakkah engkau lihat ketika engkau mengikuti jejak seseorang untuk mengetahui apa yang terjadi dengannya, engkau tidak akan melihat pada tempatnya berjalan sama seperti yang dia lihat. Engkau tidak akan tahu bagaimana ciri-ciri tempat itu [sebelum dia melewatinya]. Contohnya, [ketika orang yang kau ikuti itu berjalan], dia melihat pasir yang datar dan tidak ada bekas apa pun, lalu dia berjalan di atasnya. Kemudian ketika engkau mengikuti jejaknya, engkau melihat [pada pasir itu terdapat] bekas langkah kakinya. Tetapi, dalam hal ini terdapat rahasia tersembunyi yang apabila engkau teliti niscaya kau akan memahaminya. Yaitu karena keadaan orang yang kau ikuti itu sebagai imam, maka ia pasti berada di depan, sehingga ia tidak pernah melihat dan mengetahui [bagaimana bentuk] jejak kaki [di atas pasir]. Dengan demikian, telah tersingkap bagimu apa yang tidak tersingkap baginya. Ini adalah maqām yang pernah memanifestasi pada saat Nabi Mūsā —semoga Allah bershalawat kepada tuan kami (Rasulullah SAW.) dan kepada beliau— mengingkari [perbuatan] Nabi Khaďir as.

Selanjutnya hamba berkata: Ketika aku berada di tempat pemberhentian nan bercahaya itu, di hadapan beliau SAW. yang di malam isra’nya berada sejauh dua busur panah dengan Rabbnya atau bahkan lebih dekat lagi (Q.S. 53:9), aku berdiri dengan khidmat dan rasa malu. Kemudian Ruh Al-Qudus menguatkanku dan secara spontan aku memulai [bait syair ini]:

“Wahai Engkau yang menurunkan ayat-ayat dan berita,
turunkanlah bagiku tanda penunjuk tentang nama-nama.
Agar aku dapat mengumpulkan pujian untuk Zat-Mu
dengan pujian pada masa senang dan susah.”

Kemudian aku menunjuk kepada Rasulullah SAW. [dan berkata]:
“Dan sang tuan ini,
menjadi penunjuk yang Engkau ambil,
dari lingkaran para khalifah.
Lalu Engkau telah menjadikannya asal nan mulia
sementara Nabi Ādam as. masih berada,
di antara tanah penciptaannya dan air.
Lalu Engkau memindah-mindahkannya
hingga berputarlah zamannya,
dan Kau kaitkan akhirnya dengan awalnya.
Lalu Kau dirikan dia,
sebagai hamba yang rendah dan khusyuk,
yang menghabiskan waktunya bermunajat kepadaMu di Gua Hira.
Hingga datang kepadanya,
Dengan membawa berita gembira dari sisi-Mu
Jibril as. yang dikhususkan untuk menyampaikan berita.
Ia berkata, “Keselamatan bagimu,
Engkau adalah Muĥammad (yang terpuji),
rahasia para hamba dan penutup para nabi.”
Wahai tuanku, benarkah apa yang kukatakan ini?

Beliau SAW. berkata kepadaku:
“Benar apa yang kau katakan,
karena engkau adalah bayangan dari jubahku.
Maka pujilah dan tambahkanlah lagi pujian,
kepada Rabbmu dengan sungguh-sungguh,
karena engkau telah dianugerahi hakikat-hakikat benda-benda.
Lalu taburkanlah kepada kami perkara-perkara Rabbmu,
yang tersingkap pada fuadmu yang terjaga dalam kegelapan.
Tentang setiap ĥaqq yang terdapat pada ĥaqīqah,
yang datang menjadi milikmu tanpa engkau membayarnya.”

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline