Lihat ke Halaman Asli

Memilih Presiden: Conquer Yourself!

Diperbarui: 18 Juni 2015   08:44

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Dear voters, sedang rame kampanye pemilihan presiden yah. Apakah kamu merasakan hal-hal yang saya rasakan? Tiba-tiba memiliki teman facebook yang bermetamorfosis sebagai jurkam yang handal? Media sosialmu dipenuhi perang opini yang panas? Melihat teman akrab yang tetiba perang dingin karena beda pilihan capres? Atau serasa melihat “malaikat Atid” di media sosial? Hehehe. Bagi yang non muslim, sedikit info tentang malaikat Atid; malaikat Atid adalah malaikat yang bertugas mencatat amal buruk manusia. Nah, mungkin sekarang ini, seperti yang juga terjadi di media sosial saya, saya serasa melihat banyak “malaikat Atid” sedang menyampaikan reportasenya. Masalahnya, mereka bukan malaikat. Merasa kesal dengan ini? Saya sih iya. Sangat.

Orang-orang ini mengatakan bukan salah satu tim sukses, tidak pula menerima bayaran dari aksi mereka. Menyebut diri sebagai relawan, beraksi secara sukarela. Seseorang yang mengatasnamakan diri sebagai relawan capres atau cawapres memiliki alasan tersendiri mengapa mereka rela membantu kampanye tanpa timbal balik ataupun kompensasi berupa materi. Bahkan tak jarang dari mereka bersikap militan dan menunjukkan fanatisme. Hal ini bisa jadi, karena mereka memiliki ideologi yang sama dengan capres dan tim yang didukung. Bisa jadi, mereka sepakat dengan program-program yang diusung oleh kandidat yang didukung, mungkin juga karena partai atau kelompok ideologi mereka mendukung pasangan kandidat tersebut. Atau tokoh idola mereka mendukung capres tertentu, atau karena alasan lain yang sayapun tidak tahu. Entah apapun alasannya, di sini perasaan berperan sangat besar.

Mari kita lihat debat presiden contohnya. Seorang pendukung kubu A akan tetap memberikan simpati, pujian dan dukungan besar terhadap apapun yang dikatakan oleh kandidat A, bahkan ketika capres A menampilkan kekurangan tertentu, para pendukung ini akan membuat alasan dan pembelaan sedemikian rupa, sehingga seolah-olah capres yang didukungnya tidak memiliki “cacat”. Berlaku juga untuk kubu B. Apapun yang dikatakan oleh kubu B pasti tetap disambut riuh rendah oleh pendukung kubu B dengan alasan-alasan yang sangat kreatif.

Hal ini dilakukan demi membangun opini untuk merebut hati kubu C, swing voters. Tak jarang, demi menarik simpati untuk calon yang didukungnya, mereka rela menjadi “malaikat Atid” dengan modal informasi yang belum tentu kebenarannya. Tapi yang perlu diingat, malaikat Atid yang sesungguhnya tidak pernah mencatat apalagi menyebarkan fitnah. Sedangkan “malaikat Atid” yang ada di dunia maya saat ini, merasa dirinya (dan mungkin capres yang dipilihnya) adalah malaikat, sehingga dengan enteng menyebarkan kejelekan kubu lain dengan hanya berbekal berita yang masih diragukan reliabilitasnya.

Sebenarnya, saya sendiri meragukan, apakah sebenarnya orang-orang yang semangat menyebarkan kejelekan kubu yang tidak didukungnya ini benar-benar dari hati mendukung dan yakin akan capres dan cawapres pilihannya. Saya bahkan berpendapat, bahwa mereka dengan mati-matian menjelekkan lawan hanya karena ego pribadi. Ego yang tidak mau opininya kalah dari opini orang lain. Kesempitan hati untuk tidak mau menerima opini orang lain. Nah, kalau sudah begini, para “malaikat Atid” ini sebenarnya membela capres/cawapresnya atau membela diri (opini) mereka sendiri? Who knows. Hanya mereka dan Tuhan yang tahu jawabannya. hehehe

Saya sendiri, bukan relawan dari tim manapun. Saya hanya pemilih biasa yang peduli dengan masa depan Indonesia. Sebagai seorang yang biasa saja dengan tidak memiliki tendensi kepentingan kelompok tertentu, saya memiliki cara sendiri untuk menentukan pilihan. Ini tips dari saya yang mungkin juga sesuai untuk kamu, sehingga bisa kamu aplikasikan.

1.Kenali calon dengan membaca berita dari sumber yang reliable dan netral tentang program-program yang ditawarkan calon. Saya sendiri yakin, semua kandidat memiliki program yang luar biasa hebat, dan memiliki kekuatan dan kelemahan masing-masing.

2.Analisis konten program sesuai dengan urgensi dan prioritas penyelesaian masalah yang dihadapi Indonesia. Jangan lupa pula kritisi feasibility pelaksanaan teknis dari program-program tersebut.

3.Jika analisis pertama dan kedua memiliki posisi imbang, silakan lihat track record masing-masing kandidat dan hubungkan dengan feasibility pelaksanaan program dari kandidat. Hal ini untuk menganalisis apakah program yang bagus, memiliki kemungkinan implementasi yang bagus pula. Karena, program yang terkonsep luar biasa baik tidak akan memiliki banyak arti jika implementasinya tidak bagus.

4.Jika sampai poin 3 masih bingung menentukan, gunakanlah perasaan. Nurani. Biarkan perasaan bekerja setelah logika terlalu keras bekerja untuk menalar. Terkadang, memang logika manusia tidak bisa menjangkau hal-hal yang kurang dapat dianalisis dengan data. Terlebih lagi, sumber informasi yang ada saat ini sudah bias dan sangat jarang yang bersifat netral.

Dari pengalaman saya melakukan 4 langkah tersebut, saya sudah dapat menentukan pilihan politik saya. Walaupun saya tidak mendeklarasikan diri ataupun lantang menyerukan diri sebagai relawan, tetapi saya sangat peduli dengan nasib Indonesia. Saya sudah menentukan pilihan, tetapi saya tidak sepenuhnya menggantungkan dan menuntut nasib Indonesia kepada pucuk pimpinan yang saya pilih. Indeed, pemimpin memiliki kekuasaan dan pengaruh yang sangat besar terhadap kemajuan suatu bangsa. Namun, semua pasti sepakat, nasib dan bahkan cerminan suatu bangsa tidak semata-mata ditentukan oleh seorang presiden, melainkan kumulasi dari individu-individu yang membentuk Negara tersebut.

Benar, kitalah yang sebenarnya menentukan bagaimana wajah dan nasib bangsa kita sendiri. Tentu saja, akan jauh lebih optimal jika didukung oleh pemimpin terbaik. Saya lebih memilih berkontribusi dari hal kecil yang dimulai dari diri saya sendiri. Menjadi pribadi yang lebih baik dari waktu ke waktu, tidak sepenuhnya menuntut orang lain untuk memperbaiki keadaan. Kita bisa memulai dengan memilih presiden, dan tentunya,  sesuatu (walaupun itu baik) tidak akan menambah kebaikan jika disebarkan dengan keburukan. Stop menjelek-jelekkan calon yang tidak didukung. Teruslah mendukung calon yang anda dukung dengan menjadi pribadi yang lebih baik dan lebih berkualitas. Dan yang terpenting, mari memancarkan pribadi terbaik dari diri kita, siapapun presiden Indonesia yang terpilih nanti.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline