Dalam beberapa tahun terakhir, Blended Finance telah menjadi istilah umum dalam pembiayaan pembangunan. Secara sederhana, praktik ini mencoba untuk menggabungkan dana pembangunan resmi (oleh Pemerintah) dengan sumber daya swasta atau publik lainnya, untuk 'memanfaatkan' dana tambahan dari aktor lain. Dalam implementasinya, blended finance kerap digunakan untuk pembangunan infrastruktur fisik di negara berkembang.
Mengutip siaran pers oleh OJK RI di bulan April tahun 2018, secara umum blended finance dideskripsikan sebagai proses pembiayaan yang melibatkan pihak swasta dan Industri Jasa Keuangan untuk mendukung proyek-proyek dalam pembangunan berkelanjutan dengan memadukan unsur keberlanjutan.
Ide dasar dari blended finance adalah menciptakan skema pendanaan yang menarik bagi swasta dengan melibatkan pendanaan pemerintah dan lembaga internasional maupun filantropis yang bersifat soft loan, grant maupun guarantee mechanism.
Di kancah global istilah blended finance memiliki banyak variasi definisi. Perbedaan ini bermula dari berbagai definisi yang dikembangkan oleh berbagai organisasi dan bergantung pada penekanan masing-masing organisasi itu sendiri.
Meskipun demikian, hampir seluruh definisi oleh lembaga tersebut berkaitan dengan pendanaan berkelanjutan; dana tambahan untuk negara berkembang; dan Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs).
Disadari atau tidak, adanya perbedaan cara pandang terhadap makna dan cara kerja blended finance, akan berpengaruh terhadap bagaimana hal ini bisa mendorong pembangunan.
Beberapa kekhawatiran yang muncul misalnya, adanya blended finance tidak serta merta mendukung kegiatan-kegiatan yang berpihak pada masyarakat miskin, sering kali berfokus pada negara-negara berpendapatan menengah, dan mungkin memberikan perlakuan istimewa kepada perusahaan-perusahaan sektor swasta milik donor.
Kekhawatiran lain ialah proyek yang didanai mungkin tidak sejalan dengan rencana pembangunan nasioal, dan umumnya gagal memasukkan transparansi, akuntabilitas, dan partisipasi pemangku kepentingan.
Salah satu prinsip yang menarik dari blended finance adalah pentingnya menyesuaikan dengan konteks lokal. Pembiayaan pembangunan harus dikerahkan untuk memastikan bahwa blended Finance mendukung kebutuhan, prioritas dan kapasitas pembangunan lokal, dengan cara yang konsisten serta berkontribusi pada pengembangan pasar keuangan lokal.
Selaras dengan Visi Indonesia Emas 2045 dan prinsip SDGs (agenda 2030), blended finance sebaiknya diarahkan pada pembangunan sumber daya alam hutan dan lingkungan Indonesia yang berkeunggulan komparatif dan kompetitif serta berkeadilan.