Pada bulan Juni tahun 2018 publik sempat dihebohkan dengan pengadaan pohon plastik di DKI Jakarta yang anggarannya cukup fantastis. Mengutip berita dari Kompas.com tanggal 4 Juni 2018, lampu hias berwujud pohon plastik yang dipasang di Jalan MH Thamrin dan Jalan Medan Merdeka Barat menjelang Lebaran dan Asian Games itu menghebohkan media sosial.
Warganet memprotes keberadaan pohon plastik yang memakan area trotoar dan dianggap tak menarik secara estetika. Koalisi Pejalan Kaki juga menyoroti keberadaan pohon plastik di trotoar yang menghalangi pejalan kaki. Komunitas itu merasa miris karena pohon asli ditebang, tetapi pohon imitasi justru bermunculan dengan alasan untuk memperindah trotoar.
Dijelaskan bahwa lampu hias berwujud pohon plastik atau lampu pohon merupakan pengadaan tahun 2017. Terlepas dari siapa, kapan dan untuk apa pengadaan pohon plastik itu, sama halnya dengan Koalisi Pejalan Kaki, saya pun bertanya untuk tujuan apakah pohon plastik dipasang di pinggir jalan? Apakah kita kurang percaya diri dengan pohon sebenarnya yang dimiliki negeri ini ?
Selanjutnya pada periode triwulan ke-tiga tahun 2019, publik kembali dihebohkan dengan berita bahwa Jakarta bertengger di peringkat empat sebagai kota dengan kualitas udara terburuk di dunia. Berdasarkan data dari laman AirVisual.com pada Senin (7/10/2019) pagi, kualitas udara Jakarta mencapai angka 155 berdasarkan AQI atau indeks kualitas udara dengan status udara tidak sehat. AirVisual juga mencatatkan udara Jakarta secara keseluruhan mengandung polutan PM2,5 dengan kepadatan 63,1 mikrogram per meter kubik.
Ada pihak yang berpedapat jika buruknya kualitas udara di Jakarta diakibatkan karena musim kemarau panjang dan banyaknya kendaraan yang lalu lalang di Ibukota. Terlepas dari berbagai pendapat tersebut, sejenak kita teringat akan pelajaran sederhana tentang pohon, yaitu melakukan proses fotosintesis. Pohon dan tanaman berklorofil lainnya menyerap Karbon Dioksida (CO2) dan melepas Oksigen (O2).
Selain menyerap CO2, hasil penelitian yang dipublikasikan dalam jurnal American Chemical Society (2012) juga menjelaskan bahwa perpaduan tanaman hijau (pohon dan rerumputan) ternyata delapan kali lebih efektif untuk mengurangi konsentrasi nitrogen dioksida (NO2) dan materi partikel mikroskopis (PM) sebagai pollutan di udara.
Vegetasi perkotaan dapat secara langsung dan tidak langsung mempengaruhi kualitas udara lokal dan regional dengan mengubah lingkungan atmosfer perkotaan. Menurut Nowak - USDA Forest Service (2002), disebutkan bahwa empat cara utama pohon-pohon kota mempengaruhi kualitas udara dikenal dengan singkatan TREE. Yaitu T = Temperature reduction and other microclimatic effects; R = Removal of air pollutants; E = Emission of volatile organic compounds and tree maintenance emissions; E = Energy effects on buildings.
Tentunya peran pohon dalam menyerap polutan diudara hanya bisa dilakukan oleh pohon yang sebenarnya, bukan pohon plastik.
Masuk di awal tahun 2020, kembali lagi publik dikejutkan dengan musibah banjir yang melanda Ibukota Jakarta dan beberapa daerah di sekitarnya. Hujan yang merata di Jabodetabek dengan tempo yang relatif lama disebut sebagai pemicu banjir di Ibukota. Selain akibat cuaca yang disebut ekstrim, kondisi drainase di ibukota juga menjadi faktor penting yang berpengaruh.
Jika kita melihat masalah banjir dari perpektif siklus air, maka kembali kita melihat peran pohon dalam kaitannya dengan infiltrasi, intersepsi, dan transpirasi.