Sebuah surel dari seorang teman lama di Singapura masuk ke gmail saya di awal Agustus. Isinya berupa undangan untuk melihat Festival of Biodiversity yang diselenggarakan tanggal 3 – 4 September 2016 di Botanical Garden Singapura. Sempat hati kecil saya bertanya, biodiversity seperti apa yang dimaksud oleh negara tetangga yang “kecil” ini. Didorong rasa ingin tahu, akhirnya saya putuskan memesan tiket penerbangan termurah untuk melancong kesana.
Saya mendarat di Changi Airport pada Jum’at malam jam 11 waktu setempat. Rasanya terlalu boros jika naik taksi seorang diri menuju hotel khusus backpacker yang sudah saya booking di daerah Lavender. Di tengah keramaian terminal 3 yang seperti mall, saya berlagak cuek seperti penumpang transit, mencari sebuah sofa di depan TV besar, kemudian duduk terlelap sampai pagi menjelang.
Perjalanan saya lanjutkan dengan MRT yang stasiunnya terintegrasi dengan airport. Bermodalkan kartu sakti Singapore Tourist Pass seharga 16 S$, atau setara Rp 150.000 untuk 2 hari, saya bisa sepuasnya naik MRT atau Bus kemana saja serta memperoleh diskon makanan atau tiket masuk di beberapa tempat wisata yg sudah ditunjuk. Ini hanya selangkah lebih maju dibanding wisata di Jakarta, batin saya menghibur diri.
Sebelum menuju lokasi acara, agar lebih mantap saya sempatkan survey pendahuluan ke hutan kota di dekat hotel, yaitu Kallang River Side. Taman yang berada disisi sungai ini memiliki luas 7 hektare dan dikelola langsung oleh The National Parks Board (NParks), semacam organisasi pemerintah yang bertugas untuk mengelola kawasan hutan di Singapura. Hal ini saya ketahui dari logo yang terpajang pada setiap papan informasi yang ada disana.
Siapapun bebas memasuki area hutan kota yang tertata rapi ini. Didominasi oleh pohon kelapa, putat air Barringtonia racemosedan pulai Alstonia angustifolia,area ini menjadi surga bagi burung-burung liar untuk bermain-main di tajuk pohon yang rimbun di siang nan terik. Sempat terkejut waktu saya melihat fasilitas yang disediakan, yang tidak ada penjaganya namun terpelihara, yaitu peralatan fitness komplit, kursi taman yang artistik, trek untuk jogging dan sepeda, serta fasilitas memancing ikan dan latihan dayung. Tampak beberapa orang lainnya memanfaatkan hutan kota ini sebagai tempat piknik atau sekedar tempat memadu kasih.
Selanjutnya, dari Kallang MRT Station, saya melaju ke Singapore Botanic Garden MRT Station. Cukup jalan kaki dari stasiun bawah tanah, saya langsung terkoneksi dengan pintu masuk kebun raya, yang di tahun 2015 ditetapkan sebagai warisan dunia oleh UNESCO ini. Luasnya 74 hektare, hampir sama dengan kebun Raya Bogor. Selain Singapore Botanic Garden, hanya ada dua kebun raya yang ditetapkan sebagai warisan dunia oleh UNESCO yaitu Kew Gardens di Inggris dan Padua Gardens di Itali.
Sebuah tenda putih raksasa terpasang di samping danau kecil Eco Lake Lawn. Terdapat sebuah panggung besar di bagian ujungnya sebagai pusat acara dan seminar, serta lebih dari 30 stand pameran yang tersebar di depannya. Berbagai lembaga konservasi mulai dari kelompok herpetologi, konservasi mangrove, coral, penyu dan ikan, konservasi flora, peneliti trenggiling, kukang, luwak dan mamalia lainnya ikut terlibat. Tampak turis dari berbagai negara yang mengajak keluarganya juga terlibat di acara yang terbuka ini.
Teman saya yang bekerja di bagian nursery di Singapura, merasa surprise dengan kehadiran saya dan langsung mengenalkan dengan temannya yang lain. Berbagai game atraktif saya ikuti untuk berjalan dari satu stand ke stand lainnya. Hal yang mengejutkan saya, beberapa jenis flora yang dibanggakan di Singapura justru sebenarnya banyak sekali ada di pasar-pasar tradisional di Indonesia, seperti daun sirih, daun salam, dan sereh untuk bumbu rendang.
Pada satu sesi, saya berkenalan dengan Mrs. Wendy Y Hwee Min yang ternyata adalah Direktur Hubungan Internasional, National Biodiversity Centre NParks. Kepadanya saya menjelaskan bahwa saya hanya berlibur dan ingin melihat hutan Singapura. Ternyata dia juga pernah 5 tahun bekerja di Jakarta dan fasih berbahasa. Lalu dia menjelaskan bahwa acara ini rutin setiap tahun diadakan sejak 2012. Mereka bekerja sama dengan berbagai mitra donor, menyelenggarakan Festival tahunan untuk memperingati dan merayakan keanekaragaman hayati Singapura. Melalui acara ini, NParks berusaha untuk mendidik dan mambangkitkan minat masyarakat umum untuk lebih proaktif dalam melestarikan warisan alam di Singapura. Sejalan dengan visi mereka, “Let's make Singapore our Garden”.
“Sebelumnya saya ke Kallang River Side dan ada logo National Park disana. Apakah itu merupakan kawasan Taman Nasional di Singapura ?” saya bertanya.
“Oh tidak, National Park di singapura tidak seperti di Indonesia yang luasnya bisa ribuan bahkan ratusan ribu hektar. Ada lebih dari 300 taman yang kita sebut parkdi Singapura, salah satunya Kallang River Side yang telah anda lihat, dan 4 cagar alam atau nature reserve, yaitu yang terluas Central Catchment Nature Reserve lebih dari 2000 ha, Sungei Buloh Wetland Reserve sekitar 202 ha, Bukit Timah Nature Reserve 163 ha dan yang terkecil Labrador Nature Reserve 22 ha,” Mrs. Wendy menjelaskan.