Lihat ke Halaman Asli

Teopilus Tarigan

TERVERIFIKASI

Pegawai Negeri Sipil

Menyesap Suasana Hening Pengasingan Bung Karno, Khalwat Semalam di Parapat

Diperbarui: 21 Maret 2024   00:14

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Menyesap Suasana Hening Pengasingan Bung Karno, Khalwat Semalam di Parapat (Foto: Dok. Pribadi, 2020)

Koleksi memori saya yang seuprit terkait kepingan sejarah revolusi perjuangan kemerdekaan Indonesia, dalam jejak pengasingan Bung Karno dari Berastagi ke Parapat. Itu pun dikurangi jarak 11 km, karena perjalanan kali ini dimulai dari Kabanjahe bukan dari Berastagi.

Minggu, 10 Maret 2024. Kami bersama rombongan Perpulungen Jabu-Jabu (persekutuan keluarga) Sektor 11 jemaat Gereja Batak Karo Protestan (GBKP) Runggun Ketaren berangkat ke kota wisata Parapat di Kabupaten Simalungun dari Kabanjahe, Tanah Karo, pada pukul 10.30 WIB via Simarjarunjung, untuk tujuan retreat atau semacam rekoleksi.

Berdoa sebelum berangkat ke Parapat (Dok. Pribadi)

Perjalanan sejauh 67,6 km dari Kabanjahe hingga Simarjarunjung kami tempuh selama lebih kurang 2 jam. Kami tiba sekitar pukul 12.30 WIB, beristirahat sejenak untuk makan siang.

Sekadar informasi, dulu pada era 90-an, bukit Simarjarunjung ini sering kali masuk layar TVRI. Kalau tak salah, pada acara penutup sebelum layar teve menyemut sekitar pukul 00.00 WIB, antena transmisi TVRI yang ikonik pada masanya itu dan masih berdiri kokoh hingga kini di bukit Simarjarunjung tampil sekilas dalam tayangan dengan iringan lagu "Rayuan Pulau Kelapa" karya Ismail Marzuki.

Hamparan permukaan danau Toba ditambah semilir angin di bawah pohon pinus, membuat selera makan semakin meronta hendak segera menggasak nasi hangat dalam bungkusan. Kami duduk lesehan di atas tikar yang kami bawa, cuaca panas terik menyengat, untung banyak pepohonan besar yang rindang.

Piknik sambil makan siang di bukit Simarjarunjung, Simalungun (Dok. Pribadi)

Kalau sobat traveller singgah di sini, jangan lupa mencoba teh atau kopi di restorannya yang penuh kenangan itu. Kopinya mantap, juga ada paket goreng pisang hangatnya yang terkenal lezat.

Pada masa jayanya, bangunan restoran ini tampak cukup megah. Namun, waktu dan perubahan memakan segalanya. Apa yang uzur digantikan yang lebih muda, yang awal menjadi yang akhir, yang akhir menjadi yang awal.

Bila sobat traveller merasa berharga hal-hal bernilai memorabilia dari masa lalu, mari kita sama-sama berusaha menjaganya agar tetap mampu bertahan melintasi waktu, meskipun takmungkin awet muda seumur hidup. Bagaimana pun, menjadi tua itu sudah pasti ya, Sobat!

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline