"Kita tidak bisa menyamakan kopi dengan air tebu. Sesempurna apapun kopi yang kamu buat, kopi tetap kopi, punya sisi pahit yang tak mungkin kamu sembunyikan." - Filosofi Kopi (film, 2015)
Sehubungan dengan program transformasi perpustakaan berbasis inklusi sosial, Dinas Perpustakaan dan Arsip Kabupaten Karo mengadakan kegiatan bertajuk "Literasi Kopi", meliputi kegiatan lomba menulis kreatif bertema literasi kopi, pelatihan menulis, dan bincang literasi kopi pada tanggal 23-24 November 2022.
Narasumber kegiatan ini merupakan para pemerhati kopi Karo. Di antaranya Wilson Raja Ulu Sembiring yang juga merupakan pengusaha cafe Pe 88 Tavern Peceren, Berastagi dan Aron Agi Timanta Ginting, seorang spesialis media sosial yang juga pendiri dan pemilik Ornetta Coffe.
Narasumber lainnya merupakan para pegiat literasi. Di antaranya Ismail Pong, Ahmad Azhari, Eka Dalanta Rehulina Tarigan, Teopilus Suranta Tarigan , dan Atmaja Pehulisa Sembiring.
Saat acara Bincang "Literasi Kopi" pada 24 November 2022 yang lalu, para narasumber bersepakat bahwa kopi dan literasi sudah berjodoh sejak lama. Bang Ahmad Azhari mengatakan kalau literasi kopi adalah salah satu bentuk "the real" inklusi literasi.
Bang Aron juga menyebut kopi sebagai pembuka literasi. Konsep itu diterapkannya melalui Ornetta Coffe, di mana ia tidak sekadar menjual kopi, tapi menjadikan kopi sebagai media sosialisasi untuk bisa "menjual" literasi.
Ironi dan Kontradiksi?
Namun, sekilas tersirat juga kesan ironi dan kontradiksi dalam hubungan kopi dan literasi. Budaya "ngopi" yang semakin menjadi tren gaya hidup masa kini tampak kontras dengan semangat dan tingkat literasi bangsa kita yang masih rendah.
Di saat cafe dan tren "ngopi" semakin digandrungi oleh berbagai kalangan dan kelompok umur, termasuk para remaja dan kawula muda di Indonesia kini, ternyata peringkat literasi Indonesia secara internasional cenderung jalan di tempat. Dalam 10--15 tahun terakhir, Indonesia berada di papan bawah.