Jam 6 pagi, burung-burung walet berkicau dan beterbangan hilir mudik di sekitar rumah. Udara pagi masih berkabut, matahari mulai melukis rona merah pucat disaput kuning keemasan di ufuk Timur.
Berkas sinar hangat mulai menghalau arak-arakan kabut menuju Selatan. Demikianlah sekilas kesibukan alam pagi di atas ketinggian Kacinambun Highland, Siosar. Setiap pagi demikian, hanya saja udara pagi rasanya lebih sejuk di musim kemarau ini.
Saya mengganjal perut dengan sarapan pagi segelas teh susu dan dua biji roti kosong. Itu adalah perpaduan lengkap sarapan pagi khas kampung pegunungan di Tanah Karo.
Pagi ini rencananya saya akan menggarap lagi sepetak kebun milik keluarga. Di kebun mungil ini, Tartu Flower Garden, kami membudidayakan berbagai jenis tanaman hias.
Aneka tanaman hias itu meliputi berbagai jenis anggrek, jenis keladi-keladian, tanaman hias jenis sukulen, aglonema, anthorium, pakis-pakisan, dan sebagainya.
Tanaman hias ini ditanam di sebuah green house yang dibuat dari rangka baja ringan dan diselimuti jaring paranet. Rak untuk menempatkan aneka tanaman hiasnya sendiri terbuat dari potongan dan bilah-bilah bambu. Sudah 5 bulan ini pembudidayaan ini berlangsung.
Selain untuk dinikmati sendiri, dan untuk pengunjung yang datang sekadar cuci mata, tanaman ini juga bisa untuk dijual. Ada perasaan damai saat berada dan menghabiskan waktu di rumah hijau ini.
Sama seperti merawat bayi, membudidayakan tanaman, khususnya tanaman hias, membutuhkan kesabaran dan ketekunan. Begitu juga halnya dengan kerepotannya, meskipun bayi kecil menggemaskan karena sedang lucu-lucunya, rasanya terkadang juga membikin raga begitu lelah, karena sesekali ia rewel dan bikin ulah juga.
Namun, perasaan bahagia bersamanya, dan kebersamaan dalam merawat dan membesarkannya mengalahkan segala kerepotan dan keletihan yang ikut menyertainya.
Tanaman hias butuh disiangi dari rerumputan yang tumbuh entah dari mana. Perlu dikontrol kondisi kelembaban media tempat tumbuhnya.