Di emperan sebuah ruko yang menjual barang-barang keperluan rumah tangga, duduk termenung seorang tua. Tatapan sendu, seirama raganya yang telah menua.
Rambut beruban, dan kulit keriput. Sebagian ciri yang menunjukkan bahwa ia telah cukup sepuh ditempa waktu.
Di kiri kanannya tergeletak dua batang sapu ijuk dan empat batang sapu lidi. Dia menjual sapu.
Bapa Beraksi Sitepu, demikian nama bapak tua ini. Nama itu adalah nama anak sulungnya. Ia dari marga Karo-karo sub marga Sitepu. Salah satu klan pada suku Karo.
Sudah umum bagi orang Karo, memberi nama dari hal, benda, atau peristiwa berkesan yang dilihat atau dirasakan oleh orang tuanya. Baik pada saat anak dikandung atau saat ia lahir.
Jelas, bahwa aksi yang tampak dalam raga ringkih dan gerak tubuh lamat-lamat bapak tua berusia 72 tahun ini adalah aksi hidup yang nyata.
Dia sudah melakoni berjualan sapu lidi dan sapu ijuk ini selama 20 tahun. Waktu yang cukup untuk meluluskan seorang anak hingga sarjana dan menikah, mungkin.
Istrinya sudah tiada. Dia tinggal di sebuah desa, bernama desa Lingga, Kecamatan Kabanjahe, Kabupaten Karo. Sekitar 20 menit waktu tempuhnya dari Kabanjahe.
Dari pengakuannya, orang yang membuat sapu ijuk itu hanya tinggal seorang di desanya. Nama pengrajin itu adalah Alus Ginting, berusia sekitar 45 tahun.
Ia mewarisi keahlian membuat sapu ijuk itu dari pengrajin sebelumnya yang juga sudah tiada. Untuk sebatang sapu ijuk itu setara dengan harga Rp28.000. Sapu lidinya seharga Rp8.000.
Data perhari ini, harga telur satu papan adalah Rp50.000, daging lembu Rp105.000/ kg, daging babi Rp120.000/ kg.